Tidak ada pelaku zina yang dirajam di masa nabi kecuali atas pemintaan sendiri. Tidak ada satu pun catatan dari kitab-kitab sirah yang menceritakan adanya operasi tangkap tangan pelaku zina. Masa nabi tak berjarak jauh dari masa jahiliah, perbuatan zina bukan hal yang sulit dicari tapi muslimin tak sibuk mencari-cari aib saudaranya sendiri. Sikap welas asih Islam lebih dominan dari ketegasan hukumnya. Abu bakar pernah dicurhati pelaku zina tapi Abu Bakar menyuruhnya menutup aib itu. Umar yang dikenal keras pun berlaku sama, memberikan kesempatan hidup bagi pelaku zina. Para sahabat tidak berambisi untuk menghukum pelaku dosa privat selama bukti-bukti belum terpenuhi, apalagi pelakunya menunjukkan kesungguhan bertaubat.
Saat Maiz bin Malik menemui nabi untuk mengakui perbuatan zinanya, nabi berulang kali memalingkan wajah, tak ingin menanggapi. Maiz lantas memaksa sampai-sampai nabi tak bisa menghindar lagi. Dalam riwayat yang lain, ada seorang perempuan meminta hukuman atas perbuatan zinanya tapi nabi menyuruhnya pulang. Perempuan ini datang lagi dan menunjuk perutnya sebagai bukti dia mengandung karena berzina. Nabi kembali menyuruhnya pulang dan menunggu bayinya lahir. Saat bayinya lahir nabi lagi-lagi menolak menerapkan hukuman dan menunggu sampai perempuan itu bisa menyapih anaknya.
Hidup itu berharga. Selama kita memilih untuk hidup, akan ada hal-hal baik yang mungkin terjadi di masa depan. Zina dan kemaksiatan lainnya tetaplah dosa, tapi selama itu tidak diketahui orang lain maka ia menjadi urusan pelakunya dengan Tuhan. Bertaubatlah dan “ikutilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapuskan (keburukan) (HR. At-Tirmidzi). Taubat bahkan mampu menjadikan mantan penyembah Latta dan ‘Uzza menjadi kaum yang mereka ridha kepada Allah dan Allah ridha kepada mereka.
Kita semua melakukan dosa, yang mungkin beda hanyalah caranya.
Komentar
Posting Komentar