Langsung ke konten utama

Wabah

Kurang lebih dua puluh lima ribu shahabat Nabi wafat akibat wabah. Ngeri, kan? Orang-orang saleh tak kebal penyakit, Abu Aswad yang menggagas ilmu nahwu itu pun meninggal karena wabah. Bagi mereka juga berlaku hukum alam. Sakitnya boleh sama, nilainya tergantung pada bagaimana menyikapinya. Islam adalah agama yang menghormati akal, tidak ada beban agama bagi yang akalnya tak sempurna. Saat menghadapi musibah wabah, orang yang berakal sehat tentunya tidak asal pasrah dengan dalih hanya takut kepada Allah. Nabi dan para pengikutnya yang saleh secara jelas mencontohkan sikap anti fatalisme. Sabar harus diiringi ikhtiar.

Wabah besar telah berkali-kali melanda peradaban manusia. Tiga anak Ibnu Hajar, pengarang Fathul Bari, termasuk calon cucunya meninggal karena wabah. Kita tentu tak meragukan kefakihan Ibnu Hajar, tak perlu juga menyangsikan keimanan beliau. Apakah beliau menyikapi wabah itu hanya dengan pasrah sebagai takdir yang mesti diterima? Nyatanya tidak. Sikap beliau jauh dari kata pasrah, beliau ‘melawan’ wabah dengan menulis kitab tentang wabah. Kitab tersebut kemudian ditahqiq Ahmad Isham dengan pembahasan yang lebih rinci, disertai ulasan tentang Black Death di Eropa dan tentu saja ada bahasan tentang bagaimana semestinya muslim menghadapi wabah. 

Secara sadar menyepelekan bahaya wabah dengan dalih hanya takut kepada Tuhan bukan sikap agamis. Kelihatannya saja saleh aslinya salah. Fanatik terhadap pandangan sempit dalam beragama berakibat fatal. Eropa pernah kalang kabut menghadapi Black Death, saat kekacauan memuncak orang-orang menuduh bahwa wabah turun karena tuhan marah dengan kaum Yahudi. Energi masyarakat bukannya digunakan untuk mengambil tindakan logis melawan wabah justru mepersekusi umat Yahudi agar kemarahan tuhan segera reda dan wabah menghilang.

Takut kepada Allah berarti pula takut menyia-nyiakan nyawa yang Dia karuniakan. Menjaga jiwa adalah bagian dari maqasid asy-syari’ah, tujuan syariat. Perbuatan apa saja walaupun kelihatannya agamis tapi membahayakan jiwa tanpa dasar yang benar berarti tidak syar'i. Misal, jilbab gede sih oke tapi kalau sampai nutupi lampu sein saat berkendara, coba deh dipikir lagi itu syar’i atau tidak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membaca Buku

Saya tidak suka membaca buku, kecuali nemuin buku yang benar-benar klik dengan selera saya. Semua orang barangkali sama, semua bisa suka membaca asalkan ketemu buku yang tepat. Satu-satunya cara untuk menemukan buku yang tepat tentu saja dengan terus membaca.  Membaca mestinya bukan pilihan tapi keharusan. Perintah pertama dalam agama adalah “bacalah!” Benci membaca itu kriminal. Kata Joseph Brodsky, “Ada kejahatan yang lebih kejam daripada membakar buku. Salah satunya adalah tidak membacanya.”  Sempatkan waktu untuk membaca, jangan membaca hanya jika sempat. Tingkat literasi masyarakat NKRI harga mati adalah 0.001, artinya dari 1000 orang hanya ada satu yang minat membaca. Rata-rata warga Indonesia hanya membaca 0-1 buku setahun, bandingkan dengan warga Jepang yang rata-rata membaca 10-15 buku atau warga Amerika yang membaca 10-20 buku. Bangsa Yahudi jadi digdaya juga lantaran sadar pentingnya membaca. Orang-orang Yahudi dituntut belajar membaca dan menulis setelah Yerusalem ...

Perkara Payudara

  ما حكم لبس النساء حمالات الثدي ؟ لبس حمالات الثدي يحدده، ويجعل النساء كواعب، فتكون بذلك مثار فتنة، فلا يجوز لها أن تظهر به أمام الرجال الأجانب منها . “ Apa hukum memakai BH bagi perempuan? Jawaban Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi : Memakai BH mengakibatkan bentuk payudara menjadi tampak dan membuat para perempuan tampak lebih muda sehingga mereka menjadi sumber fitnah. Oleh karena itu, mereka tidak boleh memakainya di hadapan para lelaki yang bukan mahramnya .” Fatwa ini rasa-rasanya hanya mengandalkan sudut pandang laki-laki yang kurang mengerti serba-serbi per-BH-an, tapi saya tidak ingin mengulas sisi itu. Saya sudah pernah menulis tentang sejarah kutang, kali ini saya ingin membahas tentang isinya: payudara. Sekian lama saya berpikir kenapa laki-laki normal menyukai payudara. Secara ilmiah melihat payudara terbukti membuat laki-laki menjadi tenang dan bahagia, artinya ini bukan hanya soal seks. Sejumlah riset juga membuktikan bahwa hal pertama yang dili...

Media dan Sumber Belajar

  Media ada di mana-mana, menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kita. Sumber belajar juga melimpah di sekitar kita. Pendidik yang baik tidak akan kekurangan media dan sumber belajar, meskipun tidak ada proyektor, papan tulis, buku dsb. Seluruh alam ini dapat menjadi media dan sumber belajar. “Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan? Dan langit, bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan?” Allah menyuruh kita untuk belajar dari unta dan gunung serta makhluk lainnya. Bahkan, ketika Rasulullah mendapat perintah membaca ( iqra’ ) di Gua Hira, beliau tidak disodori buku atau kitab, artinya bahan bacaan itu bisa beraneka termasuk kondisi masyarakat Makkah yang terlihat jelas dari mulut gua. Seorang pendidik haruslah kreatif menemukan dan memanfaatkan segala hal di sekitarnya sebagai media dan sumber belajar. Pemanfaatan hal-hal yang dekat dengan pendidik dan peserta didik akan membuat pembelajaran menjadi lebih luwes dan tidak terkesan dip...

Keajaiban

Aku punya hidup yang biasa saja. Bagi orang lain mungkin begitu tapi bagiku tidak. Ini adalah hidup penuh keajaiban. Aku mengetik cerita ini sambil menikmati camilan yang baru saja diantar ke ruang kerjaku. Kepalaku memang agak nyut-nyutan karena baru saja menuntaskan koreksian. Sakit yang tak seberapa, tak ada apa-apanya dibanding kerja keras orang tuaku menafkahi aku. Aku lahir di keluarga yang sederhana karena terpaksa. Sewaktu kecil kami sering makan olahan nasi sisa karena tak ada cukup beras untuk dimakan. Bapakku sering hanya makan umbi-umbian yang ditanam sendiri. Ibuku kadang harus menjual isi rumah agar aku bisa berangkat sekolah. Aku menjalani hidup dengan mencemooh mimpi-mimpi besar, menganggapnya omong kosong. Takdirku adalah menjadi masyarakat agraris yang kampungnya tidak pernah mencium aspal. Masa depanku akan biasa-biasa saja, seperti keluargaku atau tetanggaku. Pikirku akan begitu. Dulu aku memimpikan punya rumah tingkat seperti yang sering kulihat saat sepedaan ke se...

Biner

Saya pernah mengikuti seleksi kerja yang cukup menjanjikan, nilai ujian tulis saya aman, sesi ujian lainnya juga lancar. Saya optimis lulus tapi kenyataan tidak, ternyata sudah ada nama yang dipastikan lulus sebelum ujian dimulai. Dia tidak lolos ujian tulis lalu panitia mengubah ambang batas kelulusan menyesuaikan nilainya. Alhasil, pekerjaan itu tidak saya dapatkan tapi saya belajar bahwa hidup ini tidak hitam putih. Secara teknis saya gagal tapi situasinya tidak sesederhana itu, ada faktor yang tidak bisa saya kendalikan yang membuat tidak adil jika pilihannya hanya gagal dan sukses. Saya tidak sedang menghibur diri tapi hidup memang tidak selalu menyajikan dua pilihan yang berlawanan. Selalu ada wilayah abu-abu. Ketika nenek moyang kita masih hidup di alam liar bersama predator mereka dituntut untuk berpikir cepat antara bertarung atau lari. Hanya ada dua pilihan. Pola pikir sederhana ini menentukan hidup dan mati mereka. Cara berpikir yang menyederhanakan pilihan-pilihan kompleks ...