Bertahun lalu saya melihat dosen saya menggunakan iPhone 3Gs
alias iPhone generasi kedua. Sejak itu iPhone menjadi cita-cita mulia saya. Dosen saya menggunakannya, maka bagi saya punya iPhone berarti menjadi bagian dari
kelompok sosial yang sama
dengan dosen saya. Tahun-tahun berlalu, muncul berbagai seri baru, impian saya
tak kunjung wujud. Saya masih akrab dengan kesederhanaan yang terpaksa. Tahun
2017, kala iPhone 6 mulai populer di Indonesia, akhirnya saya bisa memakai iPhone
3GS. Baterainya cuma kuat beberapa jam, bodinya sudah astaghfirullah. Saya pakai
dua hari. Tahun itu memang sudah bukan lagi masanya iPhone jadul tersebut
hidup. Kisah kami padam sebelum menyala.
Saya masih menginginkan iPhone, semangat yang mungkin sama dengan Naruto
ingin jadi hokage. Naruto akhirya jadi hokage setelah 10 tahun tayang dengan
700an episode. Saya akhirnya juga berhasil membeli iPhone setelah berjuang sepuluhan
tahun. Ngenesnya, lagi-lagi gaji saya sebagai guru swasta hanya cukup untuk
membeli iPhone sekarat hasil impor entah dari mana. Saya beli secara online,
apesnya barangnya gak sampai tujuan. Saya harus mendatangi kantor ekspedisi
pengiriman, saya jemput dengan hati berdebar. Jreng. Jreng. Akhirnya iPhone 6
plus di tangan saya. Lumayan mulus, hanya saja sering ngambek. HP layar sentuh
yang layarnya tidak merespon sentuhan. Pahit! Seminggu kemudian saya jual lagi
benda laknat itu.
Barangkali perjuangan saya mesti seperti Ash yang butuh 22 tahun untuk
memenangkan turnamen Pokemon bareng Pikachu, atau lebih lama lagi seperti Topi
Jerami yang entah kapan jadi raja bajak laut. Saya ngelus dada, melarat tenan
aku iki. Apa mesti jual ginjal untuk bisa beli benda keramat itu. Saya sadar
itu cuma sebuat HP tanpa tombol back tapi apalah daya cinta pertama tak
lapuk oleh masa. Sebagai mahasiswa saya gagal mendapatkannya, sebagai guru
swasta, sebagai dosen kontrak impian itu tetap di awang-awang. Butuh satu tahun
mengumpulkan gaji guru untuk membeli iPhone bekas kekinian. Tapi, saya jelas gak
kuat setahun hanya bernafas saja tanpa makan minum. Keburu mati, iPhone belum
terbeli.
Kamu tahu rasanya sakit tapi tak berdarah? Saat saya di rumah ibu, datang
paket atas nama kakak. Isinya iPhone XR region Indonesia, masih dalam kotaknya
yang tersegel. Saya gemetar memegangnya. Kakak saya mendapatkannya secara
gratis dari game mecahin telur di sebuah marketplace online. Cuma mecahin telur
dapat iPhone baru, saya yang bertahun berdarah-darah tak dapat kesempatan itu. Rasanya
seperti Uchiha Obito yang dadanya bolong, mati rasa. Hidup kadang sebercanda itu.
Komentar
Posting Komentar