Guru honorer yang upah sebulannya 267.000 rupiah, sepatunya bolong, periuknya juga mungkin sering kosong. Para ortu patungan membelikannya sepatu dan motor. Ini mengharukan tapi menyedihkan, tak semestinya guru hidup sedemikian memprihatinkan. Stop. Cukup. Jangan terus-terusan meromantisasi profesi guru sebagi kerja ikhlas tak mengharap balas. Guru mesti punya nilai tawar. Setidaknya itu pandangan pribadi saya.
Sewaktu jadi guru, saya pernah menolak kontrak kerja dengan alasan gajinya terlalu kecil. Saya sampaikan kepada pihak sekolah jika menginginkan saya mengajar maka mereka mesti menaikkan gaji saya (dan tentu saja berimbas ke guru lainnya). Aspirasi saya akhirnya diiyakan sekolah. Saya mending blak-blakan di awal daripada nggrundel sepanjang karier di kemudian hari, ngrasani sekolah setiap hari. Realitanya banyak yang seperti itu, sampai-sampai ada guru yang demontrasi menuntut kenaikan gaji.
Saya realistis saja, jika gaji terlampau minim saya tak bakalan bisa fokus mengajar. Saat mengajar di kelas, pikiran saya bakal keluyuran mikir bagaimana mencukupi kebutuhan. Saya sering sampaikan ke mahasiswa calon guru, idealisme untuk mengajar semata-mata demi menyebarkan ilmu tak akan bertahan lama. Dengan gaji seratus atau dua ratus ribu untuk bensin saja kurang, belum BPJS, listrik, apalagi punya tanggungan lainnya. Ok, mungkin ada yang mampu dan benar-benar ikhlas lapar asal ngajar; tapi itu sangat langka mungkin sudah level waliyullah. Ikhlas bukan berarti gratis, Abu Bakar pun pernah minta kenaikan gaji saat jadi khalifah. Mau bagaimana lagi, jabatannya membuat ia tidak bisa lagi berdagang untuk menafkahi keluarga.
Mahasiswa calon guru mesti belajar yang serius untuk menaikkan kompetensi dan nilai jual sehingga setelah lulus mereka memiliki peluang yang luas untuk memilih tempat kerja yang layak. Gak kepepet harus kerja di tempat yang tak menghargai guru lantaran tak ada pilihan tempat kerja lain. Melamar ke mana-mana tidak diterima lantas kerja seadanya, ngeluh senantiasa.
Baiklah, kiranya saya perlu membuat pengecualian. Bagi mereka yang sudah merdeka finansial, punya pendapat pasif yang melimpah, mungkin tak jadi masalah jika mengajar tanpa memikirkan gaji. Bersyukurlah bagi yang kondisinya demikian tapi yang seperti ini juga tak banyak.
Komentar
Posting Komentar