Pasca terusirnya Jepang dari Indonesia di wilayah Jawa Barat muncul ketakutan baru. Selepas waktu ashar jalan-jalan sepi Padalarang mulai terasa kesan horornya. Wilayah itu adalah sasaran para perampok beroperasi. Bukan sembarang rampok, mereka adalah orang-orang yang punya skill perang mumpuni diracik dengan kemelaratan dan sakit hati. Mereka mantan romusha era penjajahan Jepang. Di era Belanda balik ke Indonesia, nasib mereka sama susahnya, karena itulah mereka ngamuk, cari makan dengan menyamun. Dari sini muncullah istilah Garong, Gabungan Romusha Ngamuk.
Bagi saya, kisah garong ini menarik. Bukan karena alurnya saja tapi karena kata "garong" ternyata akronim dan punya sejarah sendiri. Kita sering merasa mapan dengan makna kata menurut pengetahuan kita, merasa cukup dan benar padahal mungkin pengetahuan kita hanya seujung dari makna aslinya, bahkan melenceng. Sebagai contoh, saya dulu berpikir kata copet bermakna mencuri uang orang di jalan. Ternyata salah, "copet" berasal dari "comot dompet", berarti hanya berlaku untuk tindakan mencuri dompet. Lagi-lagi ini contoh bahwa pemahaman yang terasa mapan kadang kurang pas.
Ada driver Gojek namanya Selson Aptadel, kirain blasteran Rusia ternyata akronim dari: Selasa Pon, April tanggal delapan.
Komentar
Posting Komentar