Saya barusan dapat DM pertanyaan tentang memilih pasangan. Seperti yang sudah-sudah, jawaban saya tentang kriteria pasangan yang baik adalah yang setara. Kalau laki-lakinya tampan menurut pandangan umum baiknya menikah dengan yang cantik, yang ibadahnya kenceng baiknya juga nikah dengan yang sepadan. Nikah dengan lelaki saleh banget belum tentu enak loh. Saya pernah dapat cerita tentang mbak-mbak yang akhirnya mumet karena nikah dengan ahli ibadah. Lha bagaimana gak mumet, suaminya kerjaan tilawah, shalat malam, zikir, kajian, padahal mbaknya penginnya jalan-jalan, dinner dst. Mbaknya suka dandan ala hijabers, suaminya berprinsip skincare terbaik adalah air wudhu. Gak nyambung. Ini bisa berakhir dengan mbaknya ikutan gemar ibadah tapi bisa juga ambyar seperti kasus selebgram yang diceraikan suami barunya beberapa waktu lalu.
Ada juga teman yang wajahnya khas oriental menikah dengan orang Palestina yang tentu saja tampan sebagaimana umumnya. Seringkali kalau jalan bareng dan bawa anaknya, mbaknya dikira pembantu atau baby sitter. Yah, kalau yang ini cuma masalah sabar aja sih. 😄 Setelah dijelaskan bahwa mereka suami istri, bisa-bisa malah dikira suaminya kena santet jarang goyang.
Nabi pernah bertanya pada Aisyah, "ada sesuatu yang bisa dimakan?" Jawab Aisyah, "Gak ada." Kata Nabi, "Ya udah, aku puasa." Lah, kalau ini kita yang mengalami, cie kita, bisa perang dunia ketiga. Istrinya sebelum ditanya sudah ngamuk duluan karena gak ada beras di rumah. Suaminya ikutan ngamuk karena pulang-pulang bukannya disuguhi kopi malah diomeli. Ya, kan?
Bentar, bentar. Kita kan gak mungkin menemukan orang yang setara dengan kita dalam segala aspek, terus gimana dong? Kalau saya menyarankan memprioritaskan dua variabel: kecerdasannya lalu penampilannya. Pasangan asalkan otaknya satu frekuensi, nyambung diajak ngobrol, sudah cukup.
Komentar
Posting Komentar