Suatu ketika saya dibelikan pistol-pistolan oleh ibu saya. Mainan itu dibeli dengan seluruh “gaji” ibu saya. Ya, seingat saya memang semahal itu harganya. Mainan itu memang keren luar biasa. Saya pamerkan petentang-petenteng kemana-mana. Wajah melas yang sebelumnya saya jadikan senjata agar dibelikan mainan itu musna sudah. Top dah!
Tragis, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Ketika saya bermain bola, mainan itu terinjak hingga pecah. Ambyar. Rusak. Berantakan. Seperti hati pemiliknya. Saya menangis. Sedih luar biasa. Bukan hanya karena kehilangan mainan, tapi saya ingat bahwa mainan itu dibeli dengan sangat mahal. Saya menangis karena meratapi kegoblokan diri sendiri. Sepanjang sore itu air mata banjir tanpa terkontrol. Ibu saya ikut menangis.
Bertahun berikutnya saya mulai menyadari makna dari tragedi itu. Semua yang ada di dunia ini tidak pernah benar-benar menjadi milik kita. Betapapun cintanya kita pada sesuatu, perasaan itu tak mampu menahannya untuk pergi bila memang sudah waktunya. Harta benda yang dikumpulkan seumur hidup bisa amblas dalam hitungan detik dilahap api atau dicaplok banjir. Anak, istri, jabatan dan apapun yang seakan kita miliki dapat setiap saat pergi tanpa kembali. Setiap yang datang pasti akan pergi. Pasti akan pergi atau kita tinggal pergi.
Jangan percaya pada ia yang datang tiba-tiba, karena ia akan pergi dengan cara yang sama.
Komentar
Posting Komentar