Imam Ahmad galau dalam penjara Abbasiyah. Beliau bukannya takut mati sebab melawan doktrin Mu'tazilah yang dipromosikan rezim, yang lebih bikin ngeri adalah hukuman cambuk yang menyakitkan tapi tak mematikan. Melihat sang imam gelisah, narapidana kasus maling menasihati beliau. Si maling bilang kalau dia divonis 18.000 cambukan tapi tetap sabar. Si maling ngajak Imam Ahmad berpikir, kalau demi urusan dunia saja dia kuat dicambuk, mestinya sang imam lebih kuat bertahan karena motifnya agama. Ini penjahat tapi omongannya seperti ulama. Kadang-kadang ada yang digelari ulama tapi omongannya seperti penjahat.
Tersebab nasihat si maling, Imam Ahmad jadi mantap menghadapi hukuman. Imam Ahmad semenjak itu senantiasa mendoakan si maling yang telah meneguhkan perjuangannya. Saking seringnya mendoakan si maling, anaknya pun sampai heran. Saking mengherankannya, kisah ini ditulis dalam jilid kesepuluh kitab Bidayah wa Nihayah. Pertemuan Imam Ahmad dan si maling memang sebentar tapi kesannya tak lekas pudar. Begitulah, kadang ada orang yang hanya singgah tapi memberi kenangan sepanjang usia. Ea!
Kemarin, saya bertemu dengan dosen saya ketika S1. Meski beliau mengajar saya cuma satu semester tapi kesannya sungguh ter ter ter.... Greget, kami berdua ditakdirkan wisuda bareng di program pascasarjana. Beliau lah yang ngasih saya jalan jadi dosen, memberi kesempatan untuk belajar ngajar. Sekarang kami beda kampus, tapi kenangan tak turut pupus. Terima kasih, Pak! I love you 3000.
Ah, semoga saja ada mahasiswa yang mengenang saya sebagaimana saya mengenang kebaikan beliau.
Komentar
Posting Komentar