Baru saja, sesaat setelah naik bus ada kecoak merayap di jaket saya. Nama latin kecoak adalah Blattodea, sepintas seperti kata bald (Inggris) yang berarti botak. Saya belum pernah lihat kecoak gondrong ataupun cepak. Kepala botak biasanya kinclong, demikian pula kecoak. Meski ia hidup di tempat kotor, tapi tetap terlihat kinclong. Dari kecoak kita bisa belajar bahwa sekotor atau seburuk apapun lingkungan dan dunia kita, kita tetap bisa bersih. Meski kita hidup di dunia penuh kebencian, kita tetap bisa memilih kasih sayang. Bukankah pekerjaan terberat adalah mengurusi kebencian?
Kecoak tak hanya tampak bersih, ia juga bekerja mengurai sampah. Apa jadinya dunia kita jika jutaan ton sampah tak diurai oleh kecoak. Ngeri! Mengurai dan mendaur ulang akan menciptakan keseimbangan. Dalam keyakinan penganut Hindu ada Dewa Siwa, dewa perusak, yang berperan mendaur ulang kehidupan, menyelaraskan kelahiran dan kematian. Bayangkan jika kehidupan tak memiliki kematian karena sel-sel tubuh tak pernah mengalami kerusakan. Bayangkan jika ingatanmu tentang mantan dan cicilan utang tak pernah hilang dari lobus frontalis di otakmu. Mengurai dan mendaur ulang akan membaikkan kehidupan.
Mari meneladani kecoak yang tidak hanya menjaga kebersihan diri, tapi juga aktif berperan mengurai sampah (masalah) kehidupan. Satu lagi, kecoak berjalan cepat dan (kelihatannya) tidak pernah mundur, kita pun harus cekatan dan fokus ke (masa) depan. We are products of our past, but do not let your shadow walk you. Hidup kecoak! Hidup kecoak! Kecoak saja kutafsiri dengan cinta, apalagi kamu.
Komentar
Posting Komentar