Ikutsu namida o nagashitara
Every heart
Sunao ni nareru darou
Dare ni omoi tsutaetara
Every heart
Kokoro mita sareru no darou
Ada masanya Harajuku style dan budaya Otaku menjadi hal yang cukup akrab dalam hidup saya. OST anime adalah hal yang lumrah digumamkan sambil ngerjain PR fisika yang sepertinya mustahil ditemukan jawabannya. Bukan hanya saya, demam Jejepangan memang sedang hits kala itu. Pensi perpisahan SMA dihiasi dengan Haruka Kanata yang beriringan dengan Hysteria-nya Muse.
Saya yang berhati lembut, lebih suka dengan alunan kalem ala Every Heart milik BoA. Osanai kioku no kata sumi ni. Atatakai basho ga aru so sweet. Hoshi tachi ga hanasu mirai wa. Itsumo kagayaite ita. So shine. Di sekolah diajarkan pula bahasa Jepang, makanya kultur beginian makin dapat tempat. Yang ngageti, BoA yang lagunya laku jutaan kopi itu ternyata bukan orang Jepang asli melainkan orang Korea, hiks.
Korea memang fenomenal masalah nyanyi, lebih-lebih yang disertai joget. Bukan tanpa alasan, sektor ini memang digarap serius oleh pemerintah sana. Di akhir era 90an, kementrian di Korea Selatan bahkan punya departemen khusus K-POP. Serius! Di tengah kesuraman ekonomi Asia, mereka coba bangkit dengan ide menarik wisatawan lewat budaya pop.
Korea nyatanya berhasil. Siapa yang kini tak kenal Korean pop? Penggemar garis kerasnya bertebaran di mana-mana. Para fans inilah yang secara masif mengalirkan uang ke Korea. Sebutlah BTS, jika boy band ini mampu mempertahankan popularitas mereka, maka selama 10 tahun mendatang Korsel akan mendulang nilai ekonomi sebesar 41,8 triliun won.
Hai rakyat Indonesia, kalian punya potensi ekonomi lewat dangdut! Bangkitlah!
Komentar
Posting Komentar