Imam Malik meminta pendapat para ulama mengenai kitab yang ia tulis. Para ulama kompak menyetujui konten kitab itu, karenanya kitab itu dinamai Al Muwaththa. Tak butuh waktu lama keberadaan kitab itu segera populer. Khalifah menawarkan agar kitab itu diperbanyak dan salinannya ditaruh di pintu-pintu Masjidil Haram supaya bisa dibaca khalayak.
Imam Malik menolak tawaran khalifah sebab melihat Islam sudah meluas ke penjuru dunia, pemikiran fikih pun makin majemuk. Imam Malik tak ingin menyeragamkan pemahaman yang fitrahnya memang beragam. Khalifah geram, Imam Malik dianiaya sedemikian rupa.
Imam Malik tak takut dengan perbedaan pendapat. Bahkan ketika banyak kitab Muwaththa KW yang beredar, beliau menyikapinya dengan yakin bahwa hanya kitab yang ditulis dengan ikhlas yang akan bertahan dan tetap dibaca. Imam Malik tak memerintahkan murid-muridnya untuk merazia kitab-kitab yang berlainan dengan karyanya.
Jauh setelah masa itu lahirlah kaum yang suka merazia buku. Buku pendukung pemikiran anu dilarang. Anehnya, buku yang melawan pemikiran anu juga disita. Mungkin mereka memang tak bermasalah dengan isinya, mereka hanya anti (baca) buku saja.
Komentar
Posting Komentar