Ummu Hakim nekat menyusul suaminya, Ikrimah, yang minggat ke Yaman. Ikrimah putra Abu Jahal tak punya pilihan selain pergi jauh dari Makkah setelah kota itu dikuasai kaum muslimin. Tak ada mudik, tak pulang kampung baginya. Setidaknya itu yang ia yakini selama ini. Keyakinan yang hari ini coba digoyahkan sang istri. Ummu Hakim dengan mata berkaca-kaca meyakinkan suaminya bahwa Muhammad telah memberinya perlindungan. Ikrimah tentu ragu, tapi akhirnya menyerah dengan diplomasi sang istri.
“Sebentar lagi Ikrimah bin Abi Jahl akan datang ke tengah kita sebagai mukmin yang berhijrah,” kata Nabi yang weruh sak durunge winarah. Kata Nabi, “Maka kuminta kepada Kalian untuk menghentikan semua celaan dan cacian kepada ayahnya.” Ya, shahabat semisal Ikrimah atau Khalid memiliki beban dan pengorbanan tesendiri ketika masuk Islam karena ayah mereka adalah musuh utama dakwah Nabi. Para shahabat tentu patuh pada perintah nabi untuk tidak mengungkit kejelekan Abu Jahal atau Walid bin Mughirah tapi ayat-ayat tentang para penjahat itu tidak mungkin ditutupi.
Tidak hanya Ikrimah dan Khalid, Hindun binti Utbah, ibunya Muawiyah juga tak mampu membendung kesedihan ketika Fathu Makkah baru usai. Ia nelangsa bukan hanya karena merasa kalah tapi karena kebenaran Islam membuktikan kekeliruan agama yang diperjuangkan ayahnya hingga tewas. Utbah bin Rabiah mati sia-sia dalam Perang Badar, sebuah kesalahan yang bakal diganjar siksa. Keislaman Ikrimah, Khalid maupun Hindun bukan hanya sekedar melepaskan kejahiliyahan tapi juga mengikhlaskan kepahitan dalam jiwanya.
Hindun membuktikan kualitas dirinya sebagai muslimah yang baik. Ia adalah pribadi yang mengagumkan, andai ia seorang lelaki tentu ialah yang memimpin kaumnya. Ikrimah menjadi komandan perang yang disegani dan wafat syahid di jalan-Nya. Khalid bin Walid, kita semua mengenangnya dengan bangga.
Komentar
Posting Komentar