Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2018

Hitam Putih

Hajjjaj bin Yusuf berkata, “Orang yang berakal adalah orang yang menyadari aibnya sendiri.” “ Lha , aibmu apa?” tanya Abdul Malik. “Aku ini pendengki dan pendendam.” “Gak ada dalam diri iblis, sifat yang lebih buruk dari keduanya.” kata Abdul Malik. Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi adalah Menteri Pertahanan Daulah Bani Umayah rezim Abdul Malik bin Marwan. Ia adalah salah satu tokoh paling rumit dalam sejarah penyebaran Islam. Imam adz-Dzahabi menggambarkan Hajjaj sebagai orang yang zalim, bengis, pembenci keluarga nabi ( ahlul bait ), keji, gemar menumpahkan darah, pemberani, lancang, penipu, licik. Hajjaj adalah pelaku pelanggaran HAM berat. Ia tidak meng-kriminalisasi ulama, tapi membunuh mereka seringan main cap-cip-cup kembang kuncup.  Hajjaj pernah memblokade Makkah selama berbulan-bulan untuk menumbangkan kekuasaan Abdullah bin Zubair. Ia menggempur kota itu hingga porak-poranda, bahkan Ka’bah pun turut remuk. (Baca: Aku Adalah Ibu Orang yang Disalib Itu! ) Rentetan kekejaman Haj...

Letterlijk

Khawarij bukan main dendamnya kepada Ali bin Abi Thalib. Agak aneh rasanya, kaum yang ibadahnya tekun, bahkan membuat minder orang yang melihatnya, bisa sebenci itu dengan khalifahnya. Khawarij bahkan disebut sebagai Asy-Syurrah, sebab mereka mengatakan bahwa telah menjual dirinya ( syaraina ) dalam ketaatan kepada Allah. Untuk mengatasi sesat pikir kaum Khawarij, Ali mengirim Ibnu Abbas. Kaum Khawarij memang sesat tapi dalilnya lengkap, akan cocok bila dihadapkan dengan Ibnu Abbas, ulamanya para shahabat. Ibnu Abbas memulai dialog dengan pertanyaan sederhana, “Apa yang membuat kalian dendam kepada Ali?” Khawarij menjawab, “Ada tiga hal yang menyebabkan kami benci kepadanya: Pertama, ia menyerahkan keputusan hukum dalam urusan agama kepada manusia, padahal Allah berfirman, “Menetapkan hukum itu hanya hak Allah.” Kedua, ia berperang tapi tidak menawan pihak musuh dan tidak pula mengambil ghanimah (rampasan perang). Kalau lawannya kafir, harta mereka halal, sebaliknya andai mereka mukmi...

Menulis

Ibnu Abbas dengan fasih menyampaikan seabrek ilmu agama dalam majlisnya. Di antara kerumunan manusia yang menyimak ucapan-ucapan penuh berkah itu ada seorang lelaki berkulit gelap dan berambut keriting bernama Said bin Jubair. Said adalah salah satu murid utama Ibnu Abbas, keduanya seperti bayangan dan bendanya. Pada gilirannya, Said akan menjadi ulama besar di era tabiin. Kunci belajar Said bukan hanya kebiasaannya nempel terus dengan sang guru tapi semangatnya menulis ilmu. Dalam perkuliahan Ibnu Abbas, Said mencatat materi di lembaran-lembaran, jika habis maka ia tulis di kulit sepatunya, jika habis maka ia tulis di tangannya. Sebagaimana pesan ayahnya kepadanya, ilmu harus dihafal dan terutama ditulis. Tulisan akan membantu jika ingatan pergi sewaktu-waktu. Menulis adalah pekerjaan para ulama, sementara membaca adalah istirahatnya. Menulis tak selalu mengikat ilmu, ia juga pengikat gagasan. Pada suatu malam Imam Bukhari nglilir , bangun dari tidurnya. Ia lantas menyalakan lampu dan...

Makan Bersama

Cahaya dhuha mulai merekah di Kota Madinah. Rasulullah beranjak dari masjid menuju bilik Aisyah. Beliau bertanya, “ hal ‘indakum syai’un —apakah kamu punya sesuatu (untuk sarapan)?” Jika ada makanan maka beliau makan, jika tidak ada maka beliau berpuasa. Hal ini menjadi rujukan para ulama bahwa niat puasa sunnah boleh saja dilakukan setelah fajar asalkan sebelumnya tidak melakukan hal yang membatalkan puasa. Selain dapat dijadikan dalil mengenai puasa sunnah, diksi dalam pertanyaan Rasulullah sebenarnya   sangat menarik. “Apakah kamu punya sesuatu?” Rasulullah tidak bertanya tentang jenis makanannya, “Apa menu hari ini?” atau lebih spesifik, “Apa kamu punya tempe penyet, sambel teri atau lalapan kemangi?” Tidak. Beliau hanya bertanya tentang ada tidaknya makanan. Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa kenikmatan bersantap bukan masalah tempat atau jenis makanannya. Beliau yang biasa berlaku mesra dengan menggigit makanan di bekas gigitan Aisyah, misalnya, menjadikan jenis makanan...