Ssst...! Umar bin Khattab mengerem laju tunggangannya. Ia merasa ada yang salah dengan kuda yang barusan ia beli. Ketika kuda tersebut ia bayar dari seorang badui, rasa-rasanya tidak ada yang bermasalah. Merasa dirugikan, Umar langsung banting setir ke tempat si badui. “Ambil kudamu, karena ternyata ia terluka!” Si badui menolak, “Aku tidak mau mengambilnya. Hai Amirul Mukminin, aku menjualnya kepadamu dalam keadaan sempurna dan sehat.” Umar tidak bisa ngeyel karena argumen si badui juga masuk akal. Umar lantas meminta masalah ini diserahkan kepada seorang hakim. Si badui mengusulkan agar Syuraih bin Alharits yang memutuskan perkara mereka.
Setelah sampai kepada Syuraih, mereka mengadukan permasalahan yang tengah terjadi. Syuraih berkata, “Apakah anda menerima kuda itu dalam keadaan sempurna, hai Amirul Mukminin? Umar menjawab, “Ya!” Syuraih pun memberikan putusan kepada Umar untuk menerima kuda itu atau boleh dikembalikan asal kondisinya sempurna sebagaimana ia terima dari si badui. Meski saat ini ditemukan kecacatan, namun ketika transaksi terjadi, Umar telah memastikan sendiri kondisi kuda itu sehat dan baik. Artinya, Umar tidak berhak menuntut si badui atas sesuatu yang terjadi setelah transaksi selesai.
Setelah kejadian di atas, Umar bukannya anyel tapi justru mengangkat Syuraih menjadi hakim. Syuraih pensiun menjadi hakim di masa kepemimpinan Muawiyah, ketika usianya mencapai seratus tahun lebih. Di masa Ali, ia juga menjadi hakim antara Ali dan seorang Yahudi. Ali menuduh si Yahudi telah menjual baju besinya yang terjatuh ketika berangkat menuju Shiffin. Si Yahudi ngotot bahwa baju besi itu adalah miliknya. Ali tidak mau kalah karena ia yakin itu adalah miliknya.
Syuraih meminta Ali agar mendatangkan dua saksi yang membenarkan pernyataannya. Ali mengajukan budaknya dan Alhasan, putranya. Syuraih menolak Alhasan karena anak tidak boleh menjadi saksi bagi orang tuanya. Ali berdalih Alhasan adalah orang yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah sehingga kesaksiannya seharusnya tetap bisa diterima. Syuraih tetap pada pendiriannya bahwa kesaksian anak untuk orang tuanya tidak bisa diterima. Alhasil, karena Ali dianggap gagal menghadirkan dua orang saksi maka Ali dinyatakan kalah dalam persidangan tersebut.
Weleh! Si Yahudi kaget dengan apa yang terjadi. Ia tidak menyangka bakalan menang melawan Khalifah. Saking kagumnya dengan keadilan dalam Islam, ia malah masuk Islam dan mengaku bahwa benda itu memang ia temukan terjatuh dari arakaaraara pasukan Ali. Ali bahagia dengan keislaman lelaki itu dan berkata, “karena kamu masuk Islam, aku menghibahkannya untukmu. Aku juga akan memberimu seekor kuda.”
Itulah masa ketika pemimpin bangsa memilih hakim untuk memenangkan keadilan, bukan diri dan kelompoknya. Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar