Jakfar bin Abi Thalib memegang panji perang dengan tangan kirinya setelah tangan kanannya putus oleh tebasan pedang musuh. Ia bagai sampan kecil dalam kepungan ombak dua ratus ribu pasukan Heraklius. Sabetan pedang, tusukan tombak dan hujan panah menggempur pasukan muslimin tanpa jeda. Tangan kiri Jakfar pun akhirnya terpotong oleh serangan lawan yang membabi buta. Jakfar tak menyerah, ia merangkul panji Rasulullah dengan lengannya hingga ajal menghampirinya. Sembilan puluh luka menganga menjadi saksi kegigihannya mengemban amanah di Perang Mu’tah.
Meskipun berjarak lebih dari seribu kilometer dari Madinah, Rasulullah dapat merasakan kecamuk perang Mu’tah seperti tak ada jarak di antara keduanya. Ketika Jakfar syahid, bercucuranlah air mata Rasulullah. Beliau mencium dan memeluk putra Jakfar, mengabarkan kepahlawanan ayah mereka. Rasulullah kemudian bersabda kepada khalayak, “Janganlah kalian teledor untuk membuatkan makanan bagi keluarga Jakfar. Mereka telah disibukkan oleh perkara keluarga mereka (yaitu kematian Jakfar).”
Seruan Rasulullah kepada orang-orang untuk menyediakan makanan kepada keluarga Jakfar adalah sunnah yang mulia. Mereka yang berduka layak untuk dibantu, dicukupi keperluannya, bukan justru diperberat urusannya. Rasulullah menganyomi anak-anak Jakfar dengan pernyataan bahwa Beliau adalah wali mereka di dunia dan akhirat. Abu Bakar pun turut andil membantu dengan menikahi istri Jakfar setelah selesai masa idahnya.
Salam bagimu wahai Jakfar bin Abi Thalib. Kedua tanganmu yang putus telah Allah ganti dengan sepasang sayap yang dengannya Engkau bebas terbang mengitari surga.
Komentar
Posting Komentar