“Ayahku, Umar, lebih baik daripada Muawiyah
tetapi Muawiyah lebih pandai memimpin daripada ayah.”
(Ibnu Umar bin Khattab)
Muawiyah adalah pribadi cerdas, fasih, berwibawa dan gaul. Meski ia termasuk golongan yang masuk Islam setelah pembebasan Makkah namun keberadaannya tidak pernah disepelekan. Ia memiliki semua modal untuk menjadi politisi ulung. Dari masa Abu Bakar hingga Utsman ia dipilih memimpin wilayah Syam.
Ketika Amirul Mu’minin, Umar, mengunjungi Damaskus, Muawiyah menyambutnya dengan menaiki kuda disertai arak-arakan manusia. Umar yang hanya menunggang keledai mengomentari Muawiyah, “itu dia kaisarnya orang Arab.” Umar kemudian menanyakan maksud Muawiyah membuat penyambutan seriuh itu.
Umar berkata, “Kau yang membuat arak-arakan besar itu?”
Muawiyah menjawab enteng, “ya.”
Umar berkata, “padahal aku dengar kau bersembunyi dari mereka yang butuh bantuan.”
”Ya,” jawab Muawiyah lagi.
Umar heran, “mengapa begitu?”
Muawiyah berkata, “kami berada di negeri yang banyak mata-mata musuh. Kami harus menunjukkan kebesaran dan kekuasaan kami yang akan membuat mereka gentar.”
Setelah mendengar berbagai jawaban Muawiyah, Umar berkata, “jika kau jujur maka itu pendapat yang cerdas tapi jika kau bohong maka sungguh itu tipuan yang cerdik!”
Berkat keahliannya baca tulis Muawiyah pernah menjadi sekretaris Rasulullah, meski demikian citranya sebagai aristokrat ahli politik lebih menonjol daripada sebagai ahli agama. Ketika Muawiyah mencapai puncak kepemimpinan Islam sebagai ‘khalifah’, ia mengubah kepemimpinan teokratis menjadi monarki. Sesuatu yang semula sakral menjadi profan, lebih duniawi. Meski demikian, justru di masa pemerintahan Muawiyah lah pemerintahan Islam menemukan bentuk yang lebih mapan. Muawiyah mengembangkan embrio negara yang diwariskan Khufaur Rasyidin menjadi sistem agak berbeda tapi lebih memenuhi kompleksitas sebuah negara.
Muawiyah adalah politisi yang lebih suka merangkul ketimbang memukul. Ia pernah berkata, “aku tidak akan menggunakan pedang jika cukup menggunakan cambuk, dan tidak akan menggunakan cambuk jika cukup dengan lisan.” Orang-orang kristen memuji keadilannya bahkan kaum Yahudi menyebutnya pecinta Israel. Angkatan perang Muawiyah tidak hanya dari kaum muslimin namun juga kristen. Muawiyah, menurut sebagian orientalis, adalah teladan tentang bagaimana kekuasaan absolut tidak otomatis korup absolut.
Assalamualaikum, Indonesia!
Komentar
Posting Komentar