Seorang pemuka Kufah sedang terjangkit sesat pikir. Dia mengatakan ke orang-orang bahwa Utsman bin Affan adalah seorang Yahudi, dan tetap menjadi Yahudi setelah kerasulan Muhammad. Ketika orang itu tengah mempromosikan kesesatannya, datanglah seorang lelaki berwajah elok, bertutur fasih, dengan pakaian sedap dipandang lagi wangi yang dikenal sebagai Abu Hanifah. Tanpa ba-bi-bu Abu Hanifah mengutarakan maksudnya, “aku datang kepadamu untuk melamar anak perempuanmu untuk seorang sahabatku.”
Abu Hanifah adalah seorang yang tekun beribadah. Dia tidak pernah bolong berpuasa selama tiga puluh tahun, konsisten qiyamul lail selama empat puluh tahun dan amat sangat dermawan. Beliau juga dikenal sebagai orang yang sangat cerdas. Imam Malik pernah berkata bahwa bila Abu Hanifah mengatakan sebuah tiang adalah emas maka hal itu akan terasa nyata sebagaimana dikatakannya, sebab kuatnya argumen Abu Hanifah.
Si pemuka Kufah mengiyakan permintaan Abu Hanifah, “silakan wahai Imam, sungguh orang sepertimu tak akan ditolak bila meminta sesuatu, tapi bila boleh tahu, siapakah yang mau menikahi anakku? Abu Hanifah menjawab, “seorang yang dikenal kaumnya dengan kemuliaan dan kekayaan, dermawan, pemurah, suka menolong orang, hafal Kitabullah, senantiasa menghidupkan malam untuk beribadah, serta banyak menangis arena takut kepada Allah.” “Cukup wahai Abu Hanifah,” sela orang itu, “sungguh, sebagian sifat yang kau sebutkan tadi telah menjadikan orang itu pantas menikahi putri amirul mukminin.” Abu Hanifah berkata lagi, “tapi dia memiliki sifat yang perlu kau pertimbangkan.” Orang itu penasaran, “apa itu?” Abu Hanifah menjawab, “dia adalah seorang Yahudi.”
Mendengar kalimat terakhir itu, si pemuka Kufah langsung menolak mentah-mentah pinangan Abu Hanifah. Abu Hanifah pun mengomentari, “kau menolak menikahkan anakmu dengan seorang Yahudi dan kau sangat menginkarinya, lalu kau katakan kepada khalayak bahwa Rasulullah telah menikahkan kedua putrinya dengan seorang Yahudi.” Si pemuka Kufah kaget bukan main, tubuhnya sampai bergetar, mulutnya mengucap istighfar.
Komentar
Posting Komentar