- Anda ingin makan sate larva amfibi* atau tumis microchiroptera**?
+ Saya tidak mau keduanya.
- Anda mau tidak mau harus memilih!
+ Tapi saya benar-benar tidak mau keduanya!
- Ah, anda sesat!
Hari-hari berlarian meninggalkan masa kerasulan, empat khalifatu rasulillah pun telah menghadap Rabb-nya. Umat muslim mengalami dinamika kehidupan yang sama sekali berbeda setelah tiadanya Rasulullah. Perang Shiffin adalah fitnah paling menyedihkan, paling terekam dalam memori muslimin. Muhammad bin Ali bin Abi Thalib mengingat perihnya konflik antara ayahnya dengan Muawiyah dalam peperangan tersebut. Itulah episode getir yang membuatnya bersumpah tidak akan pernah lagi mengangkat pedang di hadapan seorang muslim. Sumpah itu masih ia pegang hingga hari ketika Abdullah bin Zubair, cucu Abu Bakar dari Asma’, mendeklarasikan diri sebagai khalifah setelah meninggalnya Muawiyah.
Abdullah bin Zubair menjalankan pemerintahan dengan baiat sebagian kaum muslimin, demikian pula Daulah Bani Umayah. Kekuasaan Ibnu Zubair berpusat di Hijaz sementara Daulah Bani Umayah di Syam. Kepemimpinan Ibnu Zubair beririsan dengan tiga periode kepemimpinan Bani Umayah, yaitu: Yazid bin Muawiyah, Marwan bin Alhakam dan Abdul Malik bin Marwan. Di masa kepemimpinan ganda tersebut, terdapat kelompok muslimin yang berlepas diri dari kedua belah pihak, golput. Mereka tidak mau memberikan baiat kepada Ibnu Zubair maupun pemimpin Bani Umayah. Muhammad bin Ali adalah salah satu pemuka dalam poros tengah ini. Ia tak ingin berbaiat kepada salah satu dari dua golongan itu karena khawatir tragedi Shiffin akan terulang kembali.
Abdullah bin Zubair maupun Abdul Malik bin Marwan sama-sama gagal membujuk Muhammmad bin Ali agar mau memberikan baiat. Karena sikapnya yang tidak mau memihak maka Muhammad bin Ali tidak diizinkan tinggal di wilayah kekuasaan Ibnu Zubair maupun Abdul Malik bin Marwan. Muhammad diusir dari berbagai tempat yang ia singgahi. Meski demikian Muhammad lebih mampu bersabar dengan kesulitan hidup semacam itu daripada tercebur dalam fitnah permusuhan antara dua kubu muslimin.
Kekhawatiran Muhammad bin Ali akhirnya terjadi. Pasukan Hajjaj bin Yusuf Ats-tsaqafi mengepung Makkah atas perintah Abdul Malik. Setelah blokade selama berbulan-bulan, peperangan pun tak lagi bisa dihindari. Kedua belah pihak saling menyerang hingga basahlah tanah Makkah dengan darah kaum muslimin. Ka’bah pun tak selamat dari bermacam kerusakan. Semua kekacauan itu mereda setelah Abdullah bin Zubair terbunuh dengan mengenaskan. Jasadnya disalib dengan kepala yang terpenggal. (Baca: Aku adalah Ibu Orang yang Disalib Itu)
Dengan terbunuhnya Abdullah bin Zubair maka seluruh kaum muslimin hanya dapat membaiat Abdul Malik bin Marwan sebagai khalifah. Muhammad bin Ali dengan ribuan orang yang mengikutinya sebenarnya memiliki peluang untuk melawan kepemimpinan Abdul Malik yang bermasalah. Hanya saja, keinginan Muhammad bin Ali sedari awal bukanlah hadirnya pemimpin yang serba ideal namun terwujudnya kepemimpinan tunggal yang menyatukan seluruh umat. Ketika keinginan itu kini telah tampak maka Muhammad bin Ali tak segan memberikan baiatnya kepada Abdul Malik bin Marwan demi tegaknya persatuan kaum muslimin.
Catatan kaki:
*) larva amfibi yang hidup di air dan bernafas menggunakan insang serta berekor. Dalam istilah baku Bahasa Indonesia, larva amfibi (katak dan sebagainya) disebut kecebong.
**) microchiroptera adalah kelelawar kecil pemakan serangga, hidungnya berlipat-lipat. Dalam istilah Jawa yang kemudian dibakukan dalam KBBI disebut kampret.
Keduanya sama2 pemakan serangga.. jadi sama saja sebenarnya.. dan sesungguhnya dua2nya tak pernah berebut untuk mendapatkan serangga yg bisa dimakannya..
BalasHapusThe sheep struggle over who will eat them for lunch.
HapusIndonesia, 2019.
Not only the sheep.. but now the people already struggle over to have meal
BalasHapus