Tak ada yang lebih kelulu ditiru perihal ini itu selain Rasulullahmu. Ia yang mengenyahkan keraguan atas wahyu Arrahman. Yang menuntun manusia menapaki kebenaran tanpa risau dengan celaan. Yang gagah berjihad tak takut percikan darah amis tapi terhadap keluarganya ia adalah sosok teramat manis. Ia dinginkan amarahnya dengan pelukan. Ia begitu romantis ketika memencet hidung sang istri yang ngambek. Ia adalah yang terbaik terhadap keluarganya.
Ia tak ubahnya laki-laki lainnya hanya saja lebih terhormat, paling lembut dan senang tertawa dan tersenyum ketika bersama istrinya, demikian penuturan Aisyah tentang kekasihnya. Ia membiarkan ludahnya dan ludah istrinya bercampur dalam siwak yang sama. Ia memilih tidur di luar rumah karena khawatir ketukan pintu akan membangunkan istrinya. Ia mengekspresikan kasih sayang dengan banyak peluk, cium dan hadiah. Rasul bahkan mengatakan, “sungguh aku berjalan bersama saudara muslimku untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beriktikaf di masjid ini (Masjid Nabawi) selama sebulan.” Menemani istri belanja lebih utama dari berdiam diri di masjid, dan sungguh hal itu memang menuntut kesabaran yang hakiki.
Ia minum di sisi gelas bekas bibir Aisyah. Ia menggigit daging yang sebelumnya digigit istrinya. Begitulah lelaki sejati, beliau mendahulukan istrinya menikmati rezeki hingga puas, barulah kemudian turut mencicipi. Lelaki tidak menjadi rendah dengan mengalah. Pencinta dan pecinta sejati membuktikan diri dengan memberi bukan obral janji. Ia kuat karena menghargai kelemahan.
Lelah berdiri selama tiga jam di bus AKAP lebih ringan daripada menanggung malu berebut kursi dengan para wanita. Ya, kan?
Pengalaman mudik mungkin,, ustadz.. 😁
BalasHapusPengalaman adalah guru terbaik....
Hapus