Bilal tak lagi kuasa menggemakan suara azan di Madinah setelah Rasul wafat. Setiap kali ia sampai pada kalimat asyhadu anna muhammadar rasulullahsuaranya tercekat dicaplok kesedihan, air matanya bakal luber dan suaranya tertahan. Madinah mulai terbiasa tak mendengar lantunan khusyuk seruan Bilal, ribuan kali azan berkumandang tanpanya.
Sore itu, azan sayup-sayup menelusup dalam desir angin gurun. Semburat jingga di ufuk barat mengabarkan waktu Maghrib. Abdurrahman bin Auf berbisik menyebut nama Tuhannya. Hidangan berbuka puasa tersaji menggugah selera. Tiba-tiba nafsu makannya ambyar sebab kenangan tentang Mush’ab hadir mengusik jiwanya. Apatah ada tempat untuk menikmati jamuan bila hati diisi kesedihan.
Abdurrahman menangis mengingat episode ketika Mush’ab gugur dan kafannya hanyalah kain yang bila ditutupkan ke kepala maka nampaklah kaki jenazah. Teringat pula ia dengan Hamzah yang hanya dikafani dengan sehelai selendang. Kedua shahabat mulia tersebut wafat ketika dunia belum dibukakan seperti masa yang sedang dijalani Abdurrahman bin Auf kini. “Sungguh aku khawatir bila pahala kebaikan kami telah disegerakan balasannya (di dunia),” kata Abdurrahman dengan suara bergetar. (baca: Menangisi Dunia)
Abdurrahman bin Auf cemas sebab kenikmatan dunia yang tersaji baginya memang luar biasa, seakan ia menerima surga semasa hidup. Ia khawatir jatah kenikmatan di akhirat sudah ludes. Kondisi ekonomi umat Islam, terutama setelah penaklukkan Romawi dan Persia memang ngeri-ngeri sedap! (baca: Arus Sedekah) Abdurrahman bin Auf bukan satu-satunya yang menjadi milyarder, hampir semua orang minimal jadi jutawan. Bagi yang lena, hal ini tentu amat membahagiakan tapi bagi yang peka akan dirundung kekhawatiran akan datangnya fitnah yang tak tercegah karena hati telah lengah.
Beberapa shahabat yang juga berlimpah harta misalnya; 1) Zubair bin Awwam, ia memiliki banyak rumah dan kebun yang terdapat di Kufah, Iskandaria, Fustat dan Basrah. Ia meninggalkan harta lebih dari lima puluh sembilan juta dirham. 2) Thalhah bin Ubaidillah setidaknya memiliki 30 juta dirham ditambah dengan berbagai properti berharga, dan 3) Saad bin Abi Waqqas mewariskan harta sekitar 250 ribu dinar (bukan dirham). Nilai satu satu dinar adalah 10 sampai 12 dirham, nilai tersebut setara dengan harga seekor kambing di masa itu. Artinya, konversi harta kekayaan ketiga shahabat tersebut setidaknya dalam kisaran ratusan milyar.
Perputaran harta yang sedemikian banyak tentu berbeda jauh dengan kondisi shahabat di masa Rasul apalagi sebelum pembebasan Khaibar. Gerojokan harta dari Kisra sampai-sampai membuat Umar menangis sebab hal serupa tak didapati di masa Rasul dan Abu Bakar padahal keduanya lebih baik dari Umar. Sebagaimana Abdurrahman bin Auf, Umar justru khawatir jika dibukanya pintu dunia bakal membawa musibah bagi dirinya. Umar tetap memilih kesederhanaan dengan pakaian yang penuh tambalan meski ia berkuasa atas harta yang melimpah.
Bersyukurlah sobat miskin yang tak harus menanggung kekhawatiran seperti para shahabat yang bergelimang harta. Alhamdulillah.
Komentar
Posting Komentar