Langsung ke konten utama

Hari Raya


Aisyah sedang mendengarkan senandung dari dua budak tetangga. Rasulullah yang juga berada di sana, telaten saja mendengar keduanya bersenandung ala kadarnya. Senandung itu berkisah tentang Perang Buats, sebuah perang besar yang terjadi sebelum Rasul hijrah ke kota itu. Abu Bakar yang baru saja hadir sekonyong-konyong berkomentar pedas, “seruling-seruling setan di kediaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!” Rasulullah menjawab dengan kalem komentar Abu Bakar, “Ya Aba Bakrin inna likulli qaumin ‘idan wa hadza ‘idana.”—wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum memiliki ‘id(hari raya), dan sekarang hari raya kita. Kebetulan, peristiwa ini terjadi pada hari raya kaum muslimin.

Ya, ‘id adalah kata yang sudah dikenal sebelum masa kerasulan Muhammad. Hari raya disebut ‘id (dari ‘aud: kembali) karena ia hadir secara berulang setiap tahun, ia selalu kembali untuk dirayakan. Makna kata ‘id diikat oleh kesepakatan penutur aslinya, dan tidak ada orang Arab yang mengembalikan maksud ‘id (:hari raya) sebagai ‘aud (:kembali)—sebagaimana populer di Nusantara. Di masa Islam, Rasul menetapkan dua hari raya, salah satunya adalah ‘id al-fithr. Al-fithr artinya berbuka alias tidak lagi berpuasa, tidak ada sangkut pautnya dengan kata al-fithrah (yang diakhiri hurufta’ marbuthah). Dengan demikian ‘id al-fithr bermakna hari raya berbuka, alias hari raya makan-makan. Zakat penyempurna puasa Ramadan disebut Zakat Fitri karena tujuannya untuk berbuka atau makan bersama-sama, termasuk kaum miskin. Karena itulah Zakat Fitri ditetapkan berupa makanan pokok. Makna Idulfitri yang diyakini banyak tetangga kita sebagai 'kembali kepada kesucian' jelas kurang pas, tapi tidak terlalu krusial untuk dikomentari berlebihan. Idulfitri adalah waktu untuk berbahagia, tak perlulah diganggu dengan remeh-temeh bahasan macam ini atau eyel-eyelan tentang boleh-tidak ucapan 'minal aidin wal faizin'.

Idulfitri yang aslinya biasa saja menjadi lebih bermakna karena dibarengi mudik, silaturahim dan pertanyaan “kapan nikah?” Begitu saja!

Selamat Hari Raya Idulfitri 1439
@akuikinemo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biner

Saya pernah mengikuti seleksi kerja yang cukup menjanjikan, nilai ujian tulis saya aman, sesi ujian lainnya juga lancar. Saya optimis lulus tapi kenyataan tidak, ternyata sudah ada nama yang dipastikan lulus sebelum ujian dimulai. Dia tidak lolos ujian tulis lalu panitia mengubah ambang batas kelulusan menyesuaikan nilainya. Alhasil, pekerjaan itu tidak saya dapatkan tapi saya belajar bahwa hidup ini tidak hitam putih. Secara teknis saya gagal tapi situasinya tidak sesederhana itu, ada faktor yang tidak bisa saya kendalikan yang membuat tidak adil jika pilihannya hanya gagal dan sukses. Saya tidak sedang menghibur diri tapi hidup memang tidak selalu menyajikan dua pilihan yang berlawanan. Selalu ada wilayah abu-abu. Ketika nenek moyang kita masih hidup di alam liar bersama predator mereka dituntut untuk berpikir cepat antara bertarung atau lari. Hanya ada dua pilihan. Pola pikir sederhana ini menentukan hidup dan mati mereka. Cara berpikir yang menyederhanakan pilihan-pilihan kompleks ...

Perkara Payudara

  ما حكم لبس النساء حمالات الثدي ؟ لبس حمالات الثدي يحدده، ويجعل النساء كواعب، فتكون بذلك مثار فتنة، فلا يجوز لها أن تظهر به أمام الرجال الأجانب منها . “ Apa hukum memakai BH bagi perempuan? Jawaban Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi : Memakai BH mengakibatkan bentuk payudara menjadi tampak dan membuat para perempuan tampak lebih muda sehingga mereka menjadi sumber fitnah. Oleh karena itu, mereka tidak boleh memakainya di hadapan para lelaki yang bukan mahramnya .” Fatwa ini rasa-rasanya hanya mengandalkan sudut pandang laki-laki yang kurang mengerti serba-serbi per-BH-an, tapi saya tidak ingin mengulas sisi itu. Saya sudah pernah menulis tentang sejarah kutang, kali ini saya ingin membahas tentang isinya: payudara. Sekian lama saya berpikir kenapa laki-laki normal menyukai payudara. Secara ilmiah melihat payudara terbukti membuat laki-laki menjadi tenang dan bahagia, artinya ini bukan hanya soal seks. Sejumlah riset juga membuktikan bahwa hal pertama yang dili...

Membaca Buku

Saya tidak suka membaca buku, kecuali nemuin buku yang benar-benar klik dengan selera saya. Semua orang barangkali sama, semua bisa suka membaca asalkan ketemu buku yang tepat. Satu-satunya cara untuk menemukan buku yang tepat tentu saja dengan terus membaca.  Membaca mestinya bukan pilihan tapi keharusan. Perintah pertama dalam agama adalah “bacalah!” Benci membaca itu kriminal. Kata Joseph Brodsky, “Ada kejahatan yang lebih kejam daripada membakar buku. Salah satunya adalah tidak membacanya.”  Sempatkan waktu untuk membaca, jangan membaca hanya jika sempat. Tingkat literasi masyarakat NKRI harga mati adalah 0.001, artinya dari 1000 orang hanya ada satu yang minat membaca. Rata-rata warga Indonesia hanya membaca 0-1 buku setahun, bandingkan dengan warga Jepang yang rata-rata membaca 10-15 buku atau warga Amerika yang membaca 10-20 buku. Bangsa Yahudi jadi digdaya juga lantaran sadar pentingnya membaca. Orang-orang Yahudi dituntut belajar membaca dan menulis setelah Yerusalem ...

Pencil, Penis Kecil

  Aristophanes, penulis drama masa Yunani Kuno menggambarkan ciri-ciri pria ideal sebagai “dada yang berkilau, kulit cerah, bahu lebar, lidah kecil, bokong kuat, dan penis kecil”. Patung-patung pria Yunani yang kita lihat di internet nampaknya memvalidasi ucapan Aristophanes, penis mereka imut! Bagi orang-orang Yunani Kuno penis kecil adalah penanda seseorang tidak dikalahkan oleh nafsunya. Itulah sebabnya patung dewa atau pahlawan memiliki penis yang kecil dan tidak ereksi. Penis besar adalah milik orang-orang bodoh yang logikanya dikalahkan oleh nafsu syahwat. Satyr sing manusia setengah kambing yang suka mabuk adalah salah satu yang divisualisasikan memiliki penis besar. Perkara penis pernah jadi tema penting di beberapa peradaban. Britania Raya era Victoria pernah dirisaukan bukan karena ukuran penis mereka tapi karena warganya yang hobi mengocok penis alias onani. Onani nampaknya memang dibenci banyak pihak. Injil pun menceritakan kebencian tuhan kepada Onan yang membuang-bu...

Media dan Sumber Belajar

  Media ada di mana-mana, menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup kita. Sumber belajar juga melimpah di sekitar kita. Pendidik yang baik tidak akan kekurangan media dan sumber belajar, meskipun tidak ada proyektor, papan tulis, buku dsb. Seluruh alam ini dapat menjadi media dan sumber belajar. “Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan? Dan langit, bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan?” Allah menyuruh kita untuk belajar dari unta dan gunung serta makhluk lainnya. Bahkan, ketika Rasulullah mendapat perintah membaca ( iqra’ ) di Gua Hira, beliau tidak disodori buku atau kitab, artinya bahan bacaan itu bisa beraneka termasuk kondisi masyarakat Makkah yang terlihat jelas dari mulut gua. Seorang pendidik haruslah kreatif menemukan dan memanfaatkan segala hal di sekitarnya sebagai media dan sumber belajar. Pemanfaatan hal-hal yang dekat dengan pendidik dan peserta didik akan membuat pembelajaran menjadi lebih luwes dan tidak terkesan dip...