“Ya Allah, (rezeki) yang sedikit itu tidak memperbaiki diriku dan aku tidak bisa banyak beramal baik dengan itu.” Inilah doa Saad bin Ubadah, pemuka Anshar yang paling blak-blakan di antara kaumnya. Saad tidak main-main dengan doanya, ia bicara apa-adanya ketika meminta harta berlimpah pada Rabb-nya. Saad bin Ubadah tidak memiliki rem untuk berhenti menggelontorkan hartanya di jalan Allah. Ia senantiasa menyediakan bekal bagi Rasulullah. Bila umumnya orang Anshar mengajak singgah dua atau tiga orang Muhajirin untuk dipenuhi kebutuhannya, Saad bin Ubadah pulang mengajak delapan puluh orang Muhajirin!
Saad bin Ubadah konsisten antara perkataan dan sikapnya. Ia lugas, tidak menutup-nutupi isi hatinya. Saat ia pikir terjadi keganjilan maka ia tak segan berkomentar bahkan di hadapan Rasulullah. Saad tegas dengan apa yang ia yakini, tapi dia bukan orang yang ngeyelan ketika kebenaran ternyata berseberangan dengan pendapatnya. Saad adalah jenis laki-laki yang kata-katanya megah namun sumbut dengan kualitas diri yang mewah!
Saad bin Ubadah adalah pemimpin Khazraj, dialah yang biasanya mengibarkan bendera Anshar ketika jihad, sementara bendera Muhajirin dibawa Ali. Rasulullah menyebut keluarga Saad sebagai limpahan kedermawanan. Saad menularkan sifat mulianya kepada putranya, Qais. Qais bin Saad tak kalah royal dari ayahnya. Sedekahnya menggerojok, bahkan piutangnya tak pernah ditagih. Saking getolnya sedekah, Umar pernah berkomentar bahwa Qais bakal meludeskan harta ayahnya bila sedekah tanpa henti. Menanggapi Umar, Saad bin Ubadah berkelakar, “mereka (Abu Bakar dan Umar) telah mengajari anakku untuk kikir dengan memperalat namaku,” para shahabat pun tertawa mendengarnya.
Kemiripan karakter Qais dan Saad sangat kentara sebab memang semestinya identias anak adalah cerminan integritas sang ayah. Hafshah dan Abdullah tegas mirip dengan Umar, Aisyah pembelajar sebagaimana Abu Bakar, bahkan Ikrimah kharismatik memimpin jihad sebab Abu Jahal pun pemimpin hebat para penjahat. Orang tua hendaknya harus menjadi living model, digugu lan ditiru, menjadi idola yang memalingkan anak-anaknya dari mengagumi hal-hal nista. Jangan lagi ada pedakwah agama tapi anak gadisnya menggandrungi lelaki berlipstik tukang joget atau main drama.
Maksud ustadz,, Oppa Oppa mungkin 😆😆😆
BalasHapusSelera wanita kiwari memang sulit dipahami.
Hapus