Dengan penuh heran seseorang bertanya kepada kepada Yazid bin Muawiyah, “Anda memberikan jumlah sebesar itu kepada satu orang saja?” Yazid baru saja menggelontorkan tiga juta dirham untuk Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib. Nilai satu dinar kala itu senilai 10-12 dirham. Rasul pernah memberikan Urwah satu dinar untuk membeli kambing, maka satu dirham sama dengan sepersepuluh harga kambing. Sekarang silakan tanyakan harga kambing kepada ahlinya, bagi sepuluh kemudian kalikan dengan jumlah yang diterima Abdullah dari Yazid. Banyak milyar!
“Demi Allah, aku memberikan uang sebanyak itu untuk banyak penduduk Madinah,” jawab Yazid. Pemuka kaum muslimin di masa itu hampir bisa dipastikan adalah seorang nyah-nyoh masalah harta. Para penguasa termasuk Yazid paham betul hal ini. Yazid memberi Abdullah kemudian Abdullah akan membagi-bagikannya kepada penduduk Madinah. Yazid dan Abdullah sama-sama mendapatkan kemuliaan, dan penduduk Madinah mendapatkan kebahagiaan.
Distribusi harta dari negara atau baitul mal melalui tangan para ulama, pemimpin kabilah dan orang terhormat lainnya berperan penting menjaga stabilitas negara. Ibnu Abbas, Hasan dan Husein bin Ali menerima tidak kurang dari satu juta dirham tiap tahun di era Muawiyah. Sekali lagi harta sebanyak itu tidak akan mandek di tangan mereka. Aisyah pernah menerima seratus ribu dirham dari Muawiyah, seketika itu langsung ludes dibagikan kepada khalayak.
Sejak era Umar persoalan harta cukup menguras energi khalifah, bukan karena minim tapi justru membludak. Ratusan juta dirham membanjiri Madinah setelah pembebasan wilayah jajahan Romawi dan Persia. Betapa pusingnya Umar yang sangat amanah itu mengurusi harta sebanyak itu. Umar kemudian membuat divisi khusus yang menangani baitul mal. Setiap muslim bahkan bayi yang baru lahir berhak mendapat tunjangan harta dari negara. Jumlah tunjangan ditentukan dari besar kecilnya jasa individu bagi dakwah Islam.
Demikianlah masa ketika sensus penduduk digunakan untuk menghitung tunjangan tiap individu, bukan sekedar untuk keperluan pemilu. Eh, sebelum mengambil kesimpulan yang salah bahwa keberkahan hidup berbanding lurus dengan kekayaan, mari simak kalimat Umar, “Ya Allah, Engkau tak memberikan semua ini pada Rasul dan Nabi-Mu, padahal Engkau lebih menghormati dan menyayanginya daripada aku.” Kelebihan harta sebanyak apapun bakal terkuras tuntas untuk sedekah di tangan Umar dan yang semisal dengannya. Harta adalah fitnah.
Jika bangsa ini begitu konsisten dalam masa paceklik, semoga kita dapat menghayati kesabaran seperti Rasul dan Abu Bakar. Mudah-mudahan ada masanya pula bangsa ini diuji dengan syukur lewat ketersediaan harta yang berlimpah seperti era pemerintahan Umar. Hayati lelah, Bang!
Komentar
Posting Komentar