“Apakah mereka sudah bercerita padamu, wahai Atiq?”
“Maksudmu Muhammad al-Amin?” Jawab seseorang berperawakan kurus, bermata cekung dan berkulit putih. Pembawaannya menunjukkan kedudukannya yang tinggi di kalangan Quraisy.
Percakapan ini mengalir singkat, ocehan Abu Jahal berseliweran di telinga Atiq bin Abi Quhafah yang kemudian lebih dikenal sebagai Abu Bakar. Ekspresi Abu Bakar tidak seperti harapan lawan bicaranya. Wajahnya sumringah, berseri, seperti Majnun yang mendapati Layla di hadapannya. “Jika dia (Muhammad) bilang begitu, berarti benar.” Jawaban Abu Bakar mendengung ke setiap sudut Makkah, kelak semakin nyaring menggema, menggelar. Inilah keimanan Abu Bakar yang bakal membawa banyak keberkahan. Kalimatnya yang barusan akan sering terulang ketika fitnah berdatangan atau ketika orang lain menaruh syak akan ucapan Rasul.
Abu Bakar adalah batu bata merah dalam bangunan dakwah. Manuver dakwah Abu Bakar menjelaskan kualitas keislaman yang tidak butuh pembuktian ulang. Setiap level masyarakat Makkah memiliki bagian pada Abu Bakar. Sebab inilah yang memuluskan orang-orang berislam melalui seruannya. Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf—saat itu keduanya berusia tiga puluhan tahun, Saad bin Abi Waqqash, Zubair bin Awwan dan Thalhah bin Ubaidillah—ketiganya berusia belasan tahun—adalah sebagian dari buah dakwah Abu Bakar.
Capaian dakwah Abu Bakar menunjukkan bahwa yang mula-mula menerima dakwah bukanlah orang-orang lemah. Mereka bukan seperti yang dituduhkan pembenci Nabi bahwa assabiqunal awwalun adalah kaum lemah yang tergerak karena motivasi duniawi. Keberadaan kaum lemah memang mewarnai dakwah yang permulaan tapi tidak mengambil bagian dominan. Jumlah mereka hanya sekitar tiga belas orang sampai tahun ketiga kerasulan. Bilal adalah contoh terbaik golongan budak yang bergegas masuk Islam tapi masyarakat kafir Quraisy pun insaf bahwa keteguhan Bilal ketika disiksa Umayyah tidak mungkin berawal dari motivasi duniawi.
Dakwah semakin lestari melalui Abu Bakar, shahabat lain dan terutama Rasulullah sendiri. Selain kelima orang yang disebutkan sebelumnya, gerbong pertama juga ditempati Khadijah, Ali, Fatimah adiknya Umar bin Khattab, Jakfar bin Abi Thalib, Abu Hudzaifah saudara iparnya Abu Sufyan dan Said bin Zaid bin Amr yang semuanya berasal dari kalangan mulia. Sekali lagi, kenyataan ini mengukuhkan bahwa seruan pertama agama ini disambut lantaran Islam memang tidak bisa ditolak oleh pemilik kecerdasan hati dan kejernihan pikiran. Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar