“Hai, Abu Abdillah, apakah engkau pernah melihat Rasulullah dan menemaninya?” tanya seorang lelaki Kufah kepada Hudzaifah. “Apa yang engkau perbuat?” Hudzaifah menjawab, “demi Allah, dulu kami sangat sengsara.” Lelaki Kufah lantas berkomentar, “demi Allah jika kami bertemu dengan Rasulullah, kami tidak akan membiarkannya berjalan di atas muka bumi. Dan kami pasti akan memanggulnya di atas pundak-pundak kami.” Hudzaifah kemudian menceritakan kisah perang Khandak.
Dalam perang Khandak, Hudzaifah mendapat misi untuk mencari informasi tentang musuh. Beliau menyelinap di antara kerumunan musuh yang andaikan mereka mengenalinya pastilah Hudzaifah akan binasa. Penyamarannya hampir saja terbongkar ketika Abu Sufyan mendapat firasat bahwa pasukannya telah disusupi. “Hendaklah setiap orang dari kalian memegang tangan teman duduknya!” kata Abu Sufyan. Hudzaifah dengan cerdas justru mendahului orang di sampingnya. Ia memukulkan tangannya kepada orang di kanan dan kirinya serasa berkata, “siapa engkau?” Hudzaifah berhasil membuat orang-orang itu kehilangan kesempatan untuk menanyai dirinya. Hudzaifah memainkan drama sedemikian apik sehingga sepuluh ribu pasukan itu terkecoh. Bukannya diinterogasi, Hudazaifah justru menginterogasi. Cerdas!
Lelaki Kufah yang berlagak di hadapan Hudzaifah hanyalah seorang pengkhayal. Ia hidup di masa Islam telah berjaya, meluas dan menawarkan kelapangan. Ia tidak merasakan beratnya menyemai benih dakwah dalam gersangnya kejahiliyahan yang bengis. Orang-orang Islam yang hidup setelah masa kenabian, termasuk masa sekarang, belum tentu bersabar dalam iman jika merasakan cobaan di masa Rasulullah. Jangan-jangan jika kita hidup di masa itu, kita justru bergabung di barisan jahiliyah yang gemar jogetan bareng biduan. Icikiwiiir!
Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar