Muhammad shallallahu aliahi wa sallam tidak memiliki gelar kepemimpinan politik, beliau hanya disebut sebagai 'rasulullah' (utusan Allah). Tradisi bernegara bukanlah bagian dari kehidupan masyarakat Arab kala itu, mereka bebas dari hegemoni Romawi maupun Persia. Khalifah rasulillah pun mulanya lebih diposisikan sebagai komandan pasukan daripada seorang pimpinan negara. Absennya tradisi bernegara membuat pergantian kepemimpinan muslim tidak memiliki bentuk baku. Pemilihan empat khalifah pertama lebih kental dengan tradisi kesukuan daripada kenegaraan. Tidak ada pula aturan terperinci tentang pelaksanaan khilafah dalam sumber primer keagamaan.
Suksesi Khulafur Rasyidin serta pemusatan otoritas politik di Madinah mengalir begitu saja. Pemilihan Abu Bakar sebagai khalifah pertama berlangsung tiba-tiba. Anggota musyawarah yang mengukuhkannya tidak memiliki acuan kriteria berkepastian. Mereka terdiri atas beberapa pembesar Muhajirin dan Anshar tanpa ketentuan proporsi, sekedar siapa yang kebetulan hadir. Shahabat sekaliber Ali bin Abi Thalib pun tidak turut serta dalam musyawarah di Tsaqifah Bani Saidah tersebut.
Suksesi selanjutnya mengambil bentuk yang berlain-lainan. Abu Bakar sempat meminta saran mengenai siapa penggantinya, tetapi para shahabat mengembalikan perkara tersebut kepada Abu Bakar. Abu Bakar lantas memandati Umar bin Khattab. Ketika Umar menyiapkan penggantinya ia membentuk komite (ahlul hall wal ‘aqd) yang terdiri atas: Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Zubair bin al-Awwam, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah dan Saad bin Abi Waqqash.
Pada periode selanjutnya, pemilihan khalifah terjadi pada situasi kacau karena terbunuhnya Utsman oleh para pemberontak. Sempat terjadi kekosongan kepemimpinan dalam beberapa hari. Sebagian riwayat menyatakan bahwa Ali pertama dibaiat oleh para pemberontak sementara riwayat lain menyatakan Thalhah dan Zubair lah yang pertama membaiat Ali. Ada pula yang menyatakan bahwa setelah Ali menolak dibaiat oleh para pemberontak, mereka menekan para shahabat agar membaiat Ali. Akhirnya Ali dipilih secara aklamasi oleh penduduk Madinah.
Setelah Ali bin Abi Thalib dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, orang-orang Persia dan Irak membaiat Hasan bin Ali. Hasan yang tidak memiliki ambisi politis akhirnya menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah dengan salah satu syarat bahwa suksesi selanjutnya diserahkan kepada dewan syura. Penyerahan kakuasaan dari Hasan kepada Muawiyah berhasil menyatukan kembali seluruh masyarakat muslim dalam satu kepemimpinan sehingga tahun itu disebut ‘amul jama’ah (tahun persatuan).
Model suksesi dari Abu Bakar hingga Ali tidak tersusun sebagai konsep baku sehingga pasca Khulafur Rasyidin, dinasti-dinasti muslim cenderung pada sistem campuran antara model Romawi dan Persia dengan celupan warna Islam. Nah, jika hari ini muslim berkesempatan mendirikan kembali sistem khilafah, dengan cara apa khalifahnya akan dipilih? Wallahu a’lam.
Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala alihi wa ashhabihi ajma'in.
Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala alihi wa ashhabihi ajma'in.
Nah itu. Sistem kenegaraan seperti nya memang menjadi masalah duniawi yang mesti dicari terus bentuknya agar sesuai dengan kebutuhan zaman
BalasHapusSepertinya.
Hapus