“Apakah Anda tahu orang yang lebih berilmu daripada Anda?”
“Tidak,” maka Allah mewahyukan kepada Musa, “ada ya Musa, dia adalah Khidir.”
Allah kemudian memerintahkan Nabi Musa untuk ngangsu kaweruh kepada Khidir sebagaimana termuat dalam surah Alkahfi. Wallahu a’lam, jawaban Nabi Musa seakan menyiratkan karakternya yang cenderung tidak rendah hati tapi bukankah itu yang kiranya cocok untuk menghadapi manusia paling sombong, Firaun, dan umat paling angkuh, Bani Israil?
Ibnu Abbas, sang penghimpun ilmu, suatu ketika merontokkan jantung seorang penduduk Iraq yang jauh-jauh menemuinya untuk menanyakan sesuatu. “Beri aku hal-hal besar, dan masalah-masalah sepele itu berikan saja pada orang lain!” Demikianlah kira-kira sebaris kalimat yang mengguncang, yang jelas nyelekit tapi Ibnu Umar pun pernah menunjukkan sikap serupa, “mereka bertanya perihal darah nyamuk padahal tangannya berlumuran darah cucu Rasulullah!” Ya, jiwa yang dipenuhi visi-visi besar memang tidak menyisakan ruang untuk hal-hal remeh.
Jawaban atas pertanyaan tidak hanya menunjukkan kualitas penjawab tapi juga penanya. Ibnu Mas’ud berkata, “sungguh tidaklah kamu berbicara kepada suatu kaum dengan pembicaraan yang tidak mampu dipahami akal mereka melainkan akan terjadi fitnah pada sebagian mereka.” Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar