Abu Jandal bin Suhail kabur dari Makkah untuk menemui kaum muslimin di Hudaibiyah. Setelah bersusah mencapai tujuannya ia justru terperangkap dalam situasi yang lebih rumit dari dugaan. Ia tiba ketika Rasul baru saja menyetujui perjanjian Hudaibiyah yang mengharuskan Rasul mengembalikan warga Makkah yang minggat ke pihak muslimin. Ironis, perwakilan kafir Quraisy dalam perjanjian itu adalah ayahnya, Suhail bin Amr, sementara salah satu saksi dari pihak muslim adalah Abdullah bin Suhail, saudaranya.
“Wahai muslimin, akui dan lindungi aku!” Abu Jandal berteriak getir. Suhail bin Amr yang geram lantas menarik kerah baju anaknya itu dan menyeretnya. Abu Jandal berteriak-teriak memelas, mengaduk-aduk perasaan dan emosi kaum muslimin yang menyaksikan episode itu. Komitmen Rasul dan para shahabat diuji dengan sangat keras hanya beberapa menit setelah perjanjian disepakati. Pihak kafir Quraisy yang sedari awal sudah seperti kesurupan ingin berperang, bisa saja bertindak ngawur jika perjanjian ini gagal atau batal.
Rasul menghibur Abu Jandal namun tidak menahannya. Rasul memperlihatkan sebuah kadar tertinggi tentang kesungguhan dan komitmen menepati perjanjian. Abu Jandal harus rela menerima siksa sebagai konsekuensi atas keterlambatannya. Kaum muslimin mencintainya tapi tidak bisa membelanya. Abdullah bin Suhail berucap, “inilah saudaraku Abu Jandal, tidaklah ia datang kecuali dengan terlambat!”
Jangan suka terlambat, konsekuensinya berat, kau belum tentu kuat, apalagi terlambat akad, eh!
“Wahai muslimin, akui dan lindungi aku!” Abu Jandal berteriak getir. Suhail bin Amr yang geram lantas menarik kerah baju anaknya itu dan menyeretnya. Abu Jandal berteriak-teriak memelas, mengaduk-aduk perasaan dan emosi kaum muslimin yang menyaksikan episode itu. Komitmen Rasul dan para shahabat diuji dengan sangat keras hanya beberapa menit setelah perjanjian disepakati. Pihak kafir Quraisy yang sedari awal sudah seperti kesurupan ingin berperang, bisa saja bertindak ngawur jika perjanjian ini gagal atau batal.
Rasul menghibur Abu Jandal namun tidak menahannya. Rasul memperlihatkan sebuah kadar tertinggi tentang kesungguhan dan komitmen menepati perjanjian. Abu Jandal harus rela menerima siksa sebagai konsekuensi atas keterlambatannya. Kaum muslimin mencintainya tapi tidak bisa membelanya. Abdullah bin Suhail berucap, “inilah saudaraku Abu Jandal, tidaklah ia datang kecuali dengan terlambat!”
Jangan suka terlambat, konsekuensinya berat, kau belum tentu kuat, apalagi terlambat akad, eh!
Komentar
Posting Komentar