Sebaik-baik generasi shahabat radhiyallahu ‘anhum, mereka tidak bisa menanggalkan sifat-sifat manusia. Secerdas dan alimnya Aisyah, toh, ia pernah membanting nampan sebab cemburu. Semulia-mulianya akhlak Abu Bakar dan Umar, keduanya juga pernah cek-cok sampai Rasul perlu turun tangan untuk mendamaikan. Jihad Thalhah mungkin saja mempesona tapi soal asmara lain urusannya.
Saat bermakmum kepada Rasul, umumnya shahabat memang berebut shaf pertama tapi pernah ada yang berlaku sebaliknya. Alasan munculnya kelompok nyelenehini adalah hadirnya seorang wanita teramat cantik yang gemar menempati shaf terdepan di barisan wanita. “Demi Allah, aku belum pernah melihat wanita secantik dia.” Kata Ibnu Abbas. Wanita itu mendorong sebagian shahabat untuk lebih bergegas mengisi shaf depan demi menghindari fitnah tapi ada pula yang justru memperlambat diri agar leluasa curi-curi pandang.
Allah Yang Maha Lembut tidak lantas melaknat perilaku kelompok yang suka curi-curi pandang saat berjamaah. Allah berfirman, “dan sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu di antara kalian. Dan sungguh Kami mengetahui pula orang-orang yang mengakhirkan diri.” (QS. 15: 24) Allah lebih mengerti bagaimana menegur manusia dengan santun namun mengena. Kalimat yang Allah pilihkan menundukkan nafsu di hadapan malu, menggiring syahwat menuju taat.
Para shahabat memiliki ragam rasa, berekspresi bahkan kadang berlaku menggelikan lazimnya keturunan Adam. Mereka masih manusia seutuhnya dan itulah yang menjadikan mereka tak ayal untuk diteladani kebaikannya. Bila mereka tak pernah keliru, tobat siapa yang hendak kita tiru?
Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar