Pertikaian Thalhah dan Ali dalam Perang Jamal sesungguhnya tidak lebih dari pertikaian dua orang bersaudara yang saling ngeyel dengan ijtihadnya. Sekedar tentang ‘pokoknya gini!’ bukan atas dasar benci apalagi dendam. Ketika Thalhah dan Ali benar-benar berhadapan dalam kecamuk perang, nyatanya mereka tidak saling serang. Ali menasihati Thalhah, mengingatkannya pada pesan-pesan Rasul. Kenangan Thalhah tentang masa di saat Rasul masih hidup di antara mereka berdua menyeruak. Thalhah pun pergi meninggalkan peperangan namun nahas, sebuah anak panah misterius tiba-tiba melesat membunuhnya.
Setelah perang Jamal, ketika Ali melihat kedatangan Imran bin Thalhah maka ia langsung menyambutnya dan berkata kepadanya, “Aku berharap Allah menjadikan aku dan ayahmu termasuk orang-orang yang difirmankan Allah tentang mereka, “dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang ada dalam hati mereka; mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.”
Seseorang dalam majelis itu menyahut, “hai Ali kemarin kamu perangi Thalhah kemudian hari ini kau harapkan ia masuk surga bersamamu?” Ali geram, “jika ayat itu bukan untuk kami, untuk siapa lagi?” Pertikaian Ali dan Thalhah tidak cukup kuat untuk mengendorkan ukhuwah di antara keduanya. Ukhuwah di antara para shahabat senior memang kadang sulit dipahami, termasuk oleh orang-orang yang hidup di zaman mereka. Khalayak pikir kematian Thalhah akan menyenangkan Ali namun sebaliknya Ali justru melaknat pembunuh Thalhah.
Abu Bakar dan Umar adalah contoh lain dari dua shahabat yang sering eyel-eyelan. Karakter Abu Bakar yang lembut dan cenderung ‘tekstual’ berkebalikan dengan Umar yang keras dan kritis. Banyak episode yang menampilkan gesekan di antara kedua shahabat mulia ini. Menariknya, Abu Bakar justru menunjuk Umar sebagai penggantinya. Ketika sebagian orang mempertanyakan dekrit tersebut, tampaklah kualitas ukhuwah Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar menyampaikan bahwa kerasnya Umar disebabkan karena selama ini dirinya terlalu lembut. Mereka saling menggenapi. Perkataan Abu Bakar terbukti, Umar berubah menjadi sosok yang sangat berbeda sepeninggal Abu Bakar! Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar