“Ya Rasulallah, aku mencintaimu seperti aku mencintai diriku sendiri.” Umar terdengar melankolis ketika mengucapkan kalimat tersebut. “Tidak ya Umar,” jawab Rasul, “engkau harus mencintaiku melebihi cintamu pada dirimu dan keluargamu.” Tidak, ini bukan percakapan basa-basi yang mungkin tengah kita bayangkan. Umar tidak lantas jadi kikuk ketika mendapati Rasul menjawab seperti itu. “Ya Rasulallah, mulai sekarang engkau lebih aku cintai dari apapun di dunia ini,” kata Umar. “Nah gitu, ya Umar!” Rasul menanggapi.
Cinta para shahabat kepada Rasul adalah keberhasilan menundukkan hati bukan sebaliknya. Mencinta dan membenci hanyalah pilihan yang bisa digiring menurut kehendak, sesederhana itu. Ekspresi cinta Abu Bakar adalah “Aku percaya padamu ya Rasul,” sementara Umar menerjemahkan rasa cintanya dengan “biar kupenggal lehernya ya Rasul!”
Cinta para shahabat kepada Rasul adalah keberhasilan menundukkan hati bukan sebaliknya. Mencinta dan membenci hanyalah pilihan yang bisa digiring menurut kehendak, sesederhana itu. Ekspresi cinta Abu Bakar adalah “Aku percaya padamu ya Rasul,” sementara Umar menerjemahkan rasa cintanya dengan “biar kupenggal lehernya ya Rasul!”
Cinta jenis ini tak banyak berjanji, ia tumbuh dengan memberi. Ketika seorang wanita dari Bani Dinar mendengar bahwa suami, saudara dan ayahnya meninggal di Perang Uhud ia justru berkata, “lalu apa yang terjadi pada diri Rasulullah?” Para shahabat mengajarkan bahwa mencintai tak seperti jatuh cinta yang seringkali menyergap dengan tiba-tiba. Mencintai adalah pilihan, ia bermula dari sebuah keputusan.“
Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan sempurna) hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” Jika cinta sebatas hadir dari jatuh cinta maka siapakah yang akan mampu menjawab seruan tersebut? Mari bertindak dalam cinta, mencinta dalam tindakan. Love will find the way...
Komentar
Posting Komentar