Ia lahir dari rahim Ummu Aiman, wanita yang Rasul panggil sebagai ibu setelah Aminah wafat. Ayahnya adalah Zaid bin Haritsah yang sebelum adanya larangan Allah dipanggil sebagai Zaid bin Muhammad. Alhibb wa ibnil hibb, kesayangan anak kesayangan, demikianlah ia kemudian dijuluki. Usianya sebaya dengan Hasan bin Ali sehingga Rasul sering momong keduanya. “Ya Allah Aku mencintai kedua anak ini maka cintailah mereka!” Dialah Usamah bin Zaid bin Haritsah, ‘cucu’ kesayangan Rasul.
Usamah bin Zaid telah mencintai jihad bahkan sebelum ia kuat mengangkat pedang dengan baik. Menjelang perang Uhud Usamah meminta kepada Rasul agar diterima sebagai pasukan namun Rasul menolaknya karena belum cukup umur. Menjelang perang Khandak Usamah kembali mengikuti seleksi pasukan, ia menegap-negapkan badannya agar terlihat lebih tinggi supaya Rasul mau menerimanya.
Dalam usia yang masih belasan Usamah telah membuktikan kelayakannya menjadi mujahid. Ketika pasukan muslimin kocar-kacir dalam Perang Hunain, hanya ada sembilan orang yang menjadi pelindung Rasul, salah satunya adalah Usamah. Di perang Mu'tah sekali lagi Usamah menunjukkan betapa kokoh jiwanya untuk berjihad walaupun ia menyaksikan tubuh ayahnya tercacah pasukan Romawi.
Di masa-masa akhir kehidupan Rasul, Usamah memerankan lakon utama dalam kebijakan Rasul yang menghebohkan penduduk Madinah. Rasul menunjuk Usamah bin Zaidyang masih belasan tahun untuk mengomandoi pasukan melawan Romawi. Di dalam pasukan itu terdapat para shahabat senior seperti Abu Bakar dan Umar. Inilah dalil bahwa senioritas tidak selalu berlaku dalam kepemimpinan muslimin.
Ketika baru beberapa mil Usamah dan pasukannya meninggalkan Madinah, terdengar kabar Rasul wafat. Usamah segera kembali ke Madinah bersama beberapa shahabat. Abu bakar yang kemudian menjadi khalifah menghadapi dilema perihal kelanjutan ekspedisi jihad Usamah. Banyak orang murtad dari kalangan mualaf yang tidak cukup ilmu. Madinah krisis, jika Usamah tetap keluar Madinah, kota itu akan lemah. Beberapa shahabat menyarankan agar ekspedisi jihad yang dikomandoi Usamah tidak usah dilanjutkan. Namun Abu bakar telah bertekad, sami’na wa atha’na pada putusan Rasul meski beliau telah wafat. Abu Bakar bersumpah bahwa beliau tidak akan tidak akan menyelisihi apa yang telah ditetapkan oleh Rasulullah.
Abu bakar berjalan kaki mengantar Usamah yang mengendarai kuda perangnya ke gerbang Madinah. Usamah sebenarnya ingin turun dari kudanya karena hormatnya kepada Abu Bakar tapi Abu Bakar kukuh menolak. "Izinkan aku mengotori kakiku ini dengan debu jihad," kata Abu Bakar.
Demikianlah kualitas ABG dalam generasi terbaik umat ini.
Komentar
Posting Komentar