Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2017

Wanita di bawah Kilauan Pedang

Dalam Perang Hunain, Malik bin ‘Auf an-Nashri Jendral Kabilah Hawazin menginisiasi strategi perang yang belum pernah terpikirkan Bangsa Arab. Ia dan pasukannya menuju Lembah Authas membawa para wanita, anak-anak dan hewan ternak. “Aku ingin setiap personil berperang (gila-gilaan) untuk mempertahankan keluarga dan harta mereka” , katanya. Itu mungkin ekspresi keputusasaannya setelah mendapatkan pukulan telak dari kabar kekalahan Suku Quraisy. Tidak seperti wanita Hawazin yang digiring Malik bin ‘Auf bak hewan sembelihan, para muslimah yang terlibat dalam perang Hunain hadir sebagai ekspresi keberanian berlandaskan keimanan. “Jika ada orang musyrik mendekatiku maka aku akan membelah perutnya,” kata Ummu Sulaim sambil membawa sebuah parang (pedang). Bahkan ketika para lelaki yang belum teguh imannya kocar-kacir karena gempuran musuh yang tiba-tiba, Ummu Sulaim tetap kokoh dalam kewaspadaannya. Ummu Sulaim hadir dalam beberapa peperangan. Dalam Perang Uhud Ummu Sulaim dan Aisyah menjadi ...

Kenangan yang Mendamaikan (2)

Kaum muslimin dalam lelah menuju Madinah. Mereka baru saja berjihad mengepung pemukiman Bani Musthaliq. Kemenangan besar yang mereka raih tidak lantas menyembuhkan luka secara tiba-tiba. Bekas sabetan pedang atau tusukan tombak masih menawarkan anyir darah. Sebagaimana debu jihad yang belum sepenuhnya gogrok, kepayahan juga masih menggelayut. Sebaik-baik umat tetaplah manusia yang memiliki dinamika rasa. Dalam perjalanan meletihkan itu, Muhajirin dan Anshar yang biasa mendahulukan saudaranya, saling berselisih hanya karena air. Perselisihan itu termanfaatkan dengan baik oleh kaum munafik untuk menyulut emosi dan mengobarkan fitnah. Celakanya dua orang yang mula-mula bertikai itu masing-masing mewakili Anshar dan Muhajirin. Abdullah bin Ubai segera memainkan isu SARA, ia adalah dedengkot barisan sakit hati yang menganggap datangnya Rasul ke Madinah telah menggeser kapasitasnya sebagai raja. Mengetahui kemunafikan Abdullah bin Ubai, Umar ingin membunuhnya namun dicegah oleh Rasul. “Bia...

Melik Nggendhong Lali

Atikah binti Zaid adalah seorang shahabiyah yang menghimpun berbagai keutamaan yang sulit dieja. Ayahnya, Zaid bin Amr bin Nufail adalah manusia agung yang selamat dari kemusyrikan di masa tanpa kenabian. Saudaranya, Said bin Zaid adalah salah seorang shahabat yang dipastikan masuk surga. Kemuliaan nasab Atikah digenapi dengan kualitas diri yang pada gilirannya akan melumerkan hati Ali, Zubair bahkan Umar. Kecantikan dan kefasihan lidahnya cukup untuk membuat seseorang melalaikan jihad! Suami pertama Atikah, Abdulllah bin Abu Bakar, menyebutnya sebagai wanita yang gerak-geriknya menggelorakan cinta. Kecintaan Abdullah kepada Atikah mencapai taraf yang cukup akut hingga melalaikannya dari urusan agama. Kondisi tersebut mendorong Abu Bakar untuk menyuruh putranya menceraikan Atikah. Namun ratapan-ratapan patah hati Abdullah saat berpisah dengan istrinya menjadikan Abu Bakar kasihan dan mengizinkan keduanya rujuk. Ironisnya, ketika Abdullah membersamai Rasul berjihad dalam Perang Thaif se...

Ia Didatangi bukan Mendatangi

Ia mematung sesaat di depan pintu sebuah rumah yang tertutup. Sepi. Prediksinya benar, si pemilik rumah tentulah sedang tidur siang. Keinginannya untuk segera menemui pemilik rumah itu seperti ikan yang menhajatkan air. Ia bisa saja mengetuk pintu dan pemilik akan tergopoh membukakannya tapi ia tahu bagaimana adab terbaik dalam hal ini. Ia menunggu sambil menjadikan pakaian luarnya sebagai bantal. Angin berdebu menerpa tubuhnya. Lelaki itu alhabru wa albahru , tinta dan lautan, si penerima anugerah pemahaman agama dan hikmah. Ia ditinggal wafat gurunya, Rasulullah, ketika usianya baru menginjak 13 tahun. Di usia itu ia telah matang menjadi shahabat yang kokoh cintanya terhadap ilmu, terutama hadis. Para ahli hadis mencatat sekitar 1600 riwayat dari dirinya. Pemilik rumah yang akhirnya bangun dan membuka pintu berkata, “wahai putra paman Rasulullah apa yang menggerakkan Anda ke sini? Seandainya Anda mengirim utasan pastilah aku akan datang.” Lelaki mulia itu, Abdullah bin Abbas menjaw...

Kesayangan Anak Kesayangan

Ia lahir dari rahim Ummu Aiman, wanita yang Rasul panggil sebagai ibu setelah Aminah wafat. Ayahnya adalah Zaid bin Haritsah yang sebelum adanya larangan Allah dipanggil sebagai Zaid bin Muhammad. Alhibb wa ibnil hibb , kesayangan anak kesayangan, demikianlah ia kemudian dijuluki. Usianya sebaya dengan Hasan bin Ali sehingga Rasul sering momong keduanya. “Ya Allah Aku mencintai kedua anak ini maka cintailah mereka!” Dialah Usamah bin Zaid bin Haritsah, ‘cucu’ kesayangan Rasul. Usamah bin Zaid telah mencintai jihad bahkan sebelum ia kuat mengangkat pedang dengan baik. Menjelang perang Uhud Usamah meminta kepada Rasul agar diterima sebagai pasukan namun Rasul menolaknya karena belum cukup umur. Menjelang perang Khandak Usamah kembali mengikuti seleksi pasukan, ia menegap-negapkan badannya agar terlihat lebih tinggi supaya Rasul mau menerimanya. Dalam usia yang masih belasan Usamah telah membuktikan kelayakannya menjadi mujahid. Ketika pasukan muslimin kocar-kacir dalam Perang Hunain, han...

Menakar Kebencian

Orang-orang Yahudi Qainuqa’ tertawa terbahak-bahak melihat muslimah yang mereka buka auratnya menjerit-jerit. Seorang lelaki muslim yang tidak terima dengan kegilaan itu kemudian dikeroyok, diikat dan dibunuh. Mereka ingin menunjukkan bahwa nyali mereka tidak ciut di hadapan Rasul dan kaum muslimin yang baru saja memenangkan Perang Badar. Yahudi Madinah adalah kelompok yang sejak awal secara terang-terangan memusuhi kaum muslimin. Posisi Rasul yang mulanya belum kokoh menjadikan kesewenang-wenangan mereka tidak pernah terbalas. Dominasi Yahudi di berbagai bidang kehidupan Kota Madinah adalah bahan bakar arogansi mereka. Mereka memang mulai memperhitungkan posisi muslimin pasca memenangkan Perang Badar tapi belum terlalu mencemaskan keadaan. Kejadian di Pasar Yahudi Qainuqa’ menjadikan Rasul geram, apalagi pihak Yahudi menanggapi kecaman Rasul dengan nada merendahkan. Mereka mengatakan bahwa Rasul memenangkan Perang Badar karena lawannya hanyalah orang-orang yang bodoh masalah peran...