“Siapa yang paling Engkau cintai?” Tanya Amru bin Ash.
“Aisyah.” Jawab Rasul.
“Maksudku dari kalangan laki-laki.”
“Bapaknya Aisyah."
Aisyah adalah cinta yang unik. Manja tapi cerdas, yang bermanja dengan cerdas. Ia cerdas ketika tak jua mau diajak pulang saat ‘nonton’ bersama Rasul, bukan karena ia menikmati pertunjukan tapi ia ingin orang lain mengetahui kedudukannya di samping Rasul. Ia cerdas ketika berdoa “Ya Rabb Ibrahim” bukan “Ya Rabb Muhammad” lantaran sedang ngambek dengan Rasul. Ia yang membanting nampan karena cemburu. Ia pula yang menghimpun sekian banyak ilmu dari Rasul, menguasai ilmu nasab, syair hingga pengobatan.
Aisyah. Suatu hari ia berdiri di dekat gerbang kota Madinah dengan kerinduan membuncah. Samar-samar ia mendengar deru pasukan semakin mendekat. Sang Rasul baru saja pulang dari jihadnya. Aisyah segera menyambut kedatangan Rasul dengan segelas minuman. Rasulullah meminumnya perlahan, dengan adab terindah seorang lelaki. Tegukan demi tegukan hingga hampir menghabiskannya andai Aisyah tidak menyela Beliau. “Ya Rasulallah biasanya engkau memberikan sebagian minuman kepadaku.”
Seperti tak ingin disela, Rasul mendekatkan kembali bibirnya yang mulia ke mulut gelas. Aisyah kembali menyela dengan perkataan serupa. Aisyah tidak ingin kehilangan momen romantis yang biasa ia dapat saat makan-minum bersama Rasul. Jika Aisyah menggigit makanan makan Rasul akan menggigit di bekas gigitan Aisyah. Jika Aisyah minum maka Rasul akan minum di sisi gelas yang sama dengan bibir Aisyah. Tapi hari itu bukan demikian adanya.
Akhirnya Rasul memberikan gelasnya kepada Aisyah. Raut wajah Aisyah seketika berubah saat ia meneguk sisa minuman dalam gelas. Ia hampir muntah. Bukan rasa manis yang ia rasakan tapi asin. Rupanya Aisyah yang mungkin terlalu girang dengan kedatangan Rasul tak sadar telah menambahkan sari garam bukannya sari gula ke dalam air itu.
Rasul menjawab permintaan maaf dari Aisyah dengan akhlak yang mengagumkan bahkan sejak tegukan pertama air garam itu. “Mukmin yang sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Lelaki yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (baca juga: Ketika Nabi Tak Mau Berbagi (1))
Komentar
Posting Komentar